Dulu, ada cerita entang seorang yang hidup di masa Nabi bernama Al-Qomah. Ketika hendak meninggal, lelaki ini sangat sulit dibimbing untuk menyebut nama Allah. Selama beberapa hari ia sekarat dan sangat tersiksa.
Karena kasihan dan tak tega melihat kondisi Al-Qomah akhirnya para sahabatnya meminta Nabi untuk membimbing Al-Qomah menyebut nama Allah. Berulang kali Nabi membimbing namun tak jua berhasil. Akhirnya Nabi bertanya, “Apakah dia masih punya ibu?” Para sahabatnya menjawab, “Masih, ya Rasul.”
Maka nabi memerintahkan, “Panggil ibunya kemari.” Tidak berapa lama kemudian seorang wanita tua datang ke rumah Al-Qomah. Nabi kemudian bertanya, “Apakah benar lelaki ini anakmu?” Sang ibu menjawab, “Benar, ya Rasulullah.”
Nabi melanjutkan, “Apakah dia mempunyai kesalahan kepadamu?” Ibu itu menjawab, “Benar, ya Rasulullah.” Maka segera Nabi berkata, “Maafkanlah dia.” Wanita itu menukas, “Tidak, ya Rasulullah.”
“Apakah salah anakmu kepadamu sehingga kau amat sulit memaafkan?” tanya Nabi.
Dengan terisak wanita itu menjawab, “Dulu dia hidup bersamaku, kemudian kami nikahkan, setelah menikah diapun tinggal bersamaku. Tapi dia lebih mengutamakan istrinya dibandingkan aku. Pernah ia membeli baju untukku dan untuk istrinya. Baju untuk istrinya jauh lebih baik dibandingkan baju yang diberikan kepadaku.”
Mendengar jawaban tersebut Nabi tetap meminta, “Maafkanlah anakmu.”
Namun wanita itu pun tetap berkeras tidak bersedia memaafkan. Akhirnya, Nabi memerintahkan para sahabatnya mengumpulkan kayu bakar. Melihat hal itu, wanita tua itu bertanya, “Buat apa kayu bakar itu, ya Rasulullah?”
Segera Nabi menjawab, “Untuk membakar anakmu. Daripada ia kesakitan dan kesulitan menghadapi sakaratul mautnya lebih baik aku bakar.”
Wanita itupun akhirnya berkata, “Jangan, ya Rasulullah. Kini aku telah memaafkan anakku.”
Nabi menegaskan, “Benar kau telah memaafkan anakmu?”
Wanita itupun menjawab, “Benar, ya Rasulullah.”
Akhirnya Rasulullah mendekati Al-Qomah dan berkata, “Wahai Al-Qomah, ibumu telah memaafkanmu, ikutilah ucapanku, Laillahhailallah Muhammadar Rasulullah.” maka seketika itu Al-Qomah bisa mengikuti ucapan Nabi. Dan, begitu ia selesai mengikuti ucapan Nabi, meninggalah Al Qomah.
Suatu saat, aku ingin suamiku lebih memprioritaskan orang tua dibandingkan istrinya. Dari dulu aku memang tidak begitu simpatik dengan pria yang tidak mencintai orang tuanya, maksutku : tidak begitu memperhatikan. Aku yakin tidaklah mudah, bukan untuk suamiku, tapi untukku. Tidak akan mudah melihat pasangan lebih mencintai wanita lain, sekalipun itu adalah seseorang yang bernama IBU :') tapi apakah aku juga tidak akan berhadapan dengan hal yang sama? ya, suatu saat aku akan menjadi seorang ibu. Aku juga berharap anak-anak bisa mencintaiku dengan baik, sekalipun ada wanita yang lebih muda, lebih cantik, atau lebih sejaman dengannya dibandingkanku. Insyaallah, semoga ditetapkan hati dan iman untuk menjadi lebih baik.