PENDAHULUAN
Bakteri merupakan makhluk hidup yang
terdapat dimana-mana, dalam udara yang kita hirup, maupun di tanah yang kita
pijak dan tentu saja dalam tubuh kita. Bahkan sebenarnya, kita sepenuhnya hidup
ditengah-tengah dunia bakteri yang tidak tampak. Bakteri berasal dari kata Bakterion
(yunani = batang kecil). Di dalam klasifikasi, bakteri digolongkan dalam
Divisio Schizomycetes.
Bakteri adalah organisme bersel satu yang terlalu kecil untuk dapat dilihat kecuali dengan bantuan mikroskop. Mereka berukuran micron (1/1000 mm). Seperti juga makhluk hidup lain, bakteri membutuhkan makanan, air dan suhu yang sesuai untuk hidup dan berkembang biak. Terkadang makhluk kecil ini hidup damai dengan sesamanya tetapi ada kalanya mereka terlibat peperangan antara hidup dan mati untuk memperebutkan makanan dan tempat untuk hidup. Kita tidak dapat secara langsung melihat, mendengar ataupun merasakan drama kehidupan bakteri ini, tetapi mereka mempunyai berbagai cara supaya kehadirannya dapat kita rasakan.
Gambar 1. Bakteri
Dalam sifatnya, kita mengira bahwa
bakteri adalah kuman yang merusak makanan, mengakibatkan keracunan, atau yang
membuat kita sakit. Akan tetapi, bakteri yang berbahaya, yang kita sebut patogen
hanyalah satu sisi dari kehidupan bakteri ini. Banyak dari mereka yang tidak
berbahaya, tapi beberapa bakteri ada juga yang bermanfaat, bahkan ada yang
memegang peranan penting bagi kesehatan kita.
Bakteri yang bermanfaat untuk kita
seperti Bakteri usus. Sepanjang hidup, kita secara terus menerus menelan
bakteri walaupun tanpa kita sadari. Usus yang sehat adalah rumah bagi lebih 100
trilyun bakteri. Bakteri-bakteri ini hidup di membran mukosa, sebuah
lapisan selembut beludru yang menempel di dinding usus. Seperti Bakteri Bifidobacteria
yang berperan dalam membentuk ketahanan usus terhadap kolonisasi bakteri
patogen. Bakteri baik yang lain, Lactobacillus casei Shirota strain
dapat bertahan terhadap asam lambung dalam proses pencernaan, mencapai usus
dalam keadaan hidup dan berperan dalam pencernaan sehingga bermanfaat bagi kesehatan
kita.
Bakteri merugikan seperti Heliobacter pylori, yang sangat tahan
terhadap asam. Bakteri ini banyak ditemukan hidup dalam lambung orang dewasa
dan kini diketahui sebagai salah satu penyebab tukak lambung. Contoh lain
adalah Staphylococcus aureus, yang menyebabkan keracunan makanan. Untuk
beberapa infeksi, dokter memberi kita antibiotik, jenis obat yang menghambat
atau membunuh bakteri tertentu. Akan tetapi, antibiotik bak pisau bermata dua,
karena antibiotik seringkali juga menghancurkan bakteri berguna dalam usus dan
karena itu malah mengganggu keseimbangan flora usus.
Ciri-ciri umum Bakteri :
1.
Tubuh
uniseluler (bersel satu)
- Tidak
berklorofil (meskipun begitu ada beberapa jenis bakteri yang memiliki
pigmen seperti klorofil sehingga mampu berfotosintesis dan hidupnya
autotrof
- Reproduksi
dengan cara membelah diri (dengan pembelahan Amitosis)
- Habitat:
bakteri hidup dimana-mana (tanah, air, udara, mahluk hidup)
- Satuan
ukuran bakteri adalah mikron (10-3)
Bentuk-bentuk Bakteri :
1. Kokus
Bentuk : Bulat,
monokokus, diplokokus, streptokokus, stafilokokus, sarkina
2. Basil
Bentuk : Batang,
diplobasil, streptobasil
3. Spiral
Bentuk : Spiral,
spirilium (spiri kasar), spirokaet (spiral halus)
4. Vibrio
Bentuk : Koma
Dalam pembagian Alat gerak Bakteri,
beberapa bakteri mampu bergerak dengan menggunakan bulu cambuk/flagel.
Berdasarkan ada tidaknya flagel dan kedudukan flagel tersebut dapat dilihat
dengan berdasarkan tipe 5 macam bakteri, yaitu :
1. Atrich
Bakteri yang tidak berflagel. Contoh
: Escherichia coli
- Monotrich
Bakteri
yang mempunyai satu flagel salah satu ujungnya. Contoh : Vibrio cholera
- Lopotrich
Bakteri
yang mempunyai lebih dari satu flagel pada salah satu ujungnya. Contoh : Rhodospirillum rubrum
- Ampitrich
Bakteri
yang mempunyai satu atau lebih flagel pada kedua ujungnya. Contoh : Pseudomonas aeruginosa
- Peritrich
Bakteri
yang mempunyai flagel pada seluruh permukaan tubuhnya. Contoh : salmonella typhosa.
Pertumbuhan Bakteri Dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
:
- Temperatur,
umumnya bakteri tumbuh baik pada suhu antara 25 - 35 derajat C.
- Kelmbaban,
lingkungan lembab dan tingginya kadar air sangat menguntungkan untuk
pertumbuhan bakteri
- Sinar
Matahari, sinar ultraviolet yang terkandung dalam sinar matahari dapat mematikan
bakteri.
- Zat
kimia, antibiotik, logam berat dan senyawa-senyawa kimia tertentu dapat
menghambat bahkan mematikan bakteri.
Sebagai makhluk hidup,
bakteri memerlukan makan minum dan melakukan proses metabolisme.
Bardasarkan caranya memperoleh makanan, bakteri bisa dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu: bakteri heterotrof dan bakteri autotrof.
1. Bakteri
Heterotrof
Bakteri Heterotrof adalah jenis bakteri
yang tidak bisa membuat makanan sendiri dan mengandalkan sumber makanan dari jasad makhluk hidup lain,
baik yang masih hidup maupun yang sudah mati.
Sebagian bakteri heterotrof sangat
bermanfaat bagi manusia karena menguraikan sisa-sisa makanan, sampah, dan bangkai-bangkai binatang.
Bahkan, keberadaan bakteri tersebut memberi pengaruh pada kesuburan tanah
karena mampu menyediakan nitrogen dan memperbaharui unsur hara tanah.
Bakteri heterotrof bisa dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu: bakteri saprofit dan bakteri parasit.
a.
Bakteri Saprofit
Bakteri ini tidak bisa membuat makanan
sendiri dan mengambil makanan dari makhluk hidup yang sudah mati. Bakteri
inilah yang menguraikan sampah, bangkai, dan kotoran.
Sehingga bisa dikatakan bahwa bakteri ini adalah bakteri pembersih, sebab
mereka membersihkan sisa-sisa kehidupan.
Beberapa contoh bakteri saprofit, yaitu :
·
Bakteri eschericia coli. Bakteri ini
hidup pada usus besar manusia, dan memakan sisa-sisa
makanan yang tidak dicerna oleh usus halus. Keberadaan bakteri ini sangat
membantu pencernaan makanan.Bakteri lactobacillus garicus, hidup pada
cairan susu dan berperan mengasamkan susu menjadi yoghurt.
·
Bakteri methanobacterium omelanskii,
biasanya hidup pada lumpur yang ada di dasar sungai, danau, atau laut. Bakteri
ini berperan aktif mengubah merkuri anorganik menjadi merkuri organik. Bakteri
ini bermanfaat melarutkan logam berat yang mungkin tersimpan dalam tubuh ikan.
·
Bakteri methanobacterium ruminatum,
adalah bakteri yang menguraikan asam cuka menjadi metana.
·
Bakteri thiobacillus debitrificans,
adalah bakteri yang hidup di dalam tanah, dan menguraikan nitrat menjadi N2. Bakteri
ini merugikan karena melakukan proses denitrifikasi yang menyebabkan tanah
kurang subur.
b.
Bakteri Parasit
Berbeda dengan bakteri saprofit yang
mengambil makanan dari makhluk hidup yang sudah mati, bakteri parasit hidup
pada tubuh makhluk hidup lain dan mengambil makanan darinya. Bakteri ini
biasanya merugikan inangnya dan sering menimbulkan penyakit.
Beberapa contoh bakteri parasit, yaitu :
·
Bakteri salmonella thypi yang hidup
pada usus halus dan bisa menyebabkan penyakit tifus.
·
Bakteri clostridium tetani yang hidup
pada sel darah
dan bisa menimbulkan penyakit tetanus.
·
Bakteri mycobacterium tubercolosis yang
hidup pada saluran pernapasan
dan menyebabkan penyakit radang paru-paru.
·
Bakteri mycobacterium leprae yang hidup
pada saluran pencernaan dan menyebabkan penyakit disentri.
·
Bakteri pseudomonas cattleyeae yang
hidup pada tanaman anggrek.
2.
Bakteri Autotrof
Bakteri autotrof
tidak menggantungkan makanan dari makhluk hidup lain karena bakteri ini mampu
membuat makanannya sendiri. Bakteri semacam ini memanfaatkan energi dari reaksi
kimia
tertentu atau cahaya matahari untuk membuat makanan. Karena itu, berdasarkan
asal energi yang digunakan dalam membuat
makanan, bakteri ini bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a.
Bakteri Kemoautotrof
Adalah bakteri yang menggunakan bantuan
reaksi kimia tertentu dalam membuat makanan. Contohnya seperti reaksi kimia
yang digunakan adalah proses oksidasi senyawa tertentu. Beberapa
contoh bakteri kemoautotrof, yaitu :
·
Bakteri methanogenik, yang biasanya
hidup di tepi rawa. Dalam metabolismenya, bakteri ini
menghasilkan metana dari karbon dioksida dan hidrogen. Bakteri ini juga hidup
pada rumen sapi, dan mampu bertahan dalam suhu tinggi hingga 98 derajat
celcius.
·
Bakteri nitrobacter sp, yang digunakan
dalam proses pengolahan limbah cair perusahaan tekstil.
·
Bakteri belerang, adalah bakteri yang
mengoksidasi senyawa belerang dan digunakan dalam proses pengolahan limbah.
b.
Bakteri Fotoautotrof
Bakteri Fotoautotrof adalah bakteri yang
memiliki klorofil dan menggunakan energi matahari dalam proses pembuatan makanan.
Proses tersebut menyerupai proses fotosintesis pada tumbuhan hijau. Mereka memerlukan
oksigen dalam proses pembuatan makanannya.
Berdasarkan cara memenuhi kebutuhan atas
oksigen, bakteri ini bisa dibedakan menjadi dua, yaitu:
·
Bakteri aerob mengambil oksigen dari udara
bebas. Biasanya, bakteri semacam ini memiliki kemampuan memecah gula menjadi air,
karbondioksida, dan energi. Misalnya: bakteri Nitrosomonas.
·
Bakteri anaerob tidak bergantung pada udara
bebas untuk mendapatkan oksigen. Bahkan, beberapa di antaranya bisa bertahan hidup
tanpa oksigen sama sekali. Beberapa jenis bakteri anaerob misalnya: bakteri
lactobacillus bulgaricus dan bakteri clostridium tetani.
Tujuan
Makalah
ini ditujukan agar mahasiswa dapat
memahami tentang manfaat Mikroorganisme dalam pengendalian bakteri secara
biologis pada tanaman.
TINJAUAN PUSTAKA
Melihat
jauh tentang Bakteri tanaman yang akan datang, ada sejumlah ras-ras fisiologi
diantara patogen-patogen. Setiap tanaman utama dapat diserang oleh 50 sampai
200 patogen, sedangkan setiap species atau varietas dari tanaman yang
bersangkutan selalu mempunyai keadaan lingkungan atau faktor penghambat dan yang sesuai dengan perkembangannya.
Konsep manipulasi macam-macam faktor untuk menekan dilakukan oleh ahli penyakit
tumbuhan dan petani sendiri dengan memperhatikan siklus penyakit, perkembangan
tanaman inang dan pengaruh lingkungan terhadap siklus tersebut serta interaksi
antar patogen dan inangnya. Konsep ini sudah banyak dibicarakan dan diterapkan
untuk pengendalian dengan menggunakan semua metode pencegahan dalam satu
kesatuan rencana dengan tujuan keluaran produksi optimal, sekaligus
mempertahankan ekosistem petani dan lingkungan hidup manusia.
Keadaan
konsep tersebut merupakan dasar pengolahan penyakit secara terpadu dengan
menggunakan bagian internal dari ilmu penyakit tumbuhan sejak puluhan tahun
yang lalu. Sebagian besar penyakit tanaman dikendalikan dengan pencegahan dan
pemberantasan. Hal ini berharap bahwa tindakan yang tepat diambil sebelum
penyakit itu berkembang lebih lanjut agar tidak terdapat ekspolasi. Cara
penggendalian penyakit harus terpadu dengan paket pengolahan pertanian secara
modern, terutama yang ada hubungannya dengan agen perantara.
Pengendalian
bakteri tanaman dilakukan secara efektif dan efesien, jika dipahami aspek-aspek
sosial ekonomi, budidaya, hayati, fisik, dan kimia yang menyangkut cara-cara
pengendalian.
Pengendalian
bakteri pada tanaman pada hakekatnya merupakan tugas dan kewajiban para petani.
Bagi petani indonesia yang masih berpandangan sebagai orang timur, pencapaian
peradaban berarti membutuhkan kesejahteraan material dan bentuk ilmu
pengetahuan serta kearifan yang bersumber pada agama yang bersifat monotheisme
dan disana sini masih ada kepercayaan tambahan sebagai sisa-sisa animisme dan
sejenisnya yang belum dapat dihilangkan.
Oleh karena itu penyuluhan dan peningkatan keterampilan kepada petani tidak
cukup hanya dengan menerapkan pengetahuan semata-mata, tetapi masing menggunakan
kearifan yang diwariskan oleh nenek moyang sebagai penyuluhan. Sehingga
peningkatan pengendalian tersebut secara intensif dimulai dari anak-anak petani
yang sudah terorganisasi secara baik.
Pertanian
modern diseluruh dunia saat ini dibebani oleh berbagai tuntutan mendesak untuk
mengatasi berbagai kemelut dunia, selain kebutuhan modern harus memenuhi
kebutuhan pangan diseluruh dunia, sektor ini juga harus memenuhi tuntutan
ekonomi sebagai panghasil devisa. Karena itu kebijakan pertanian dari berbagai
negara manapun selalu terkait erat dengan berbagai kebijakan dibidang politik
suatu negara, atau hubungannya dengan dunia internasional. Sebagai usaha untuk
memenuhi tuntutan diatas maka telah menjadi satu keharusan petani untuk
menciptakan produksi yang memiliki jumlah pendapatan banyak dan mampu melebihhi
kebutuhan dalam negeri. Ini dapat membuat negarai kita menjadi penghasil devisa
untuk membangun ekonomi dipolitik negara.
Dengan
kesadaran baru dibidang pertanian, yaitu dengan penerapan Penggendalian hama penyakit secara terpadu,
maka dengan kata lain penerapan ini menakan penggunaan bahan kimia dan
menerapkan pengendalian secara komprihensif.
Salah satu komponen tersebutadalah pengendalian hayati dengan memanfaatkan
bakteri antagonis. Beberapa penelitian tentang bakteri antagonis ini terbukti
bahwa beberapa bakteri potensial digunakan sebagai agensi hayati. Bakteri-bakteri
antagonis mampu menghaliskan antibiotik dan sidefor, selain itu juga mampu
berperan sebagai kompetitor terhadap unsur hara bagi patogen tanaman. Dimasa
depan pemanfaatan bakteri antagonis ini merupakan satu pilihan bijak dalam
meningkatkan produksi pertanian dan menjaga kelestarian hayati untuk menunjang
budidaya pertanian yang berkelanjutan.
Iklim
wilayah indonesia yang tidak banyak berbeda sepanjang tahun menjadikan negara
kita satu diantara negara yang menyimpan keanekaragaman hayati yang berharga
dan perlu dekelola secara benar dan efektif. Salah satu yang perlu menjadi
perhatian adalah miokroorganisme dapat dimanfaatkan dalam penggendalian HPT
secara baik. Secra keseluruhan habitat hidup mikroorganisme yang banyak
berperan dalam penggendalian hayati adalah di dalam tanah sekitar tumbuhan
(rizofir), atau diatas daun (balang), bunge, dan buah (filosfir).
Mikroorganisme yang hidup pada daerah rizofir sangat sesuai digunakan sebagai
agen penggendali hayati, mengingat dimana rizofir adalah daerah utama tumbuhan
terbuka terhadap serangan patogen. Dalam kata lain, mikroba antagonis sangat
potensial dikembangkan sebagai agen penggendali hayati (Weller, 1988).
PENGENDALIAN BAKTERI SECARA BIOLOGIS
Peningkatan permintaan konsumen
terhadap kualitas pangan yang tinggi, segar, bergizi, dan mudah disiapkan
menyebabkan peningkatan produksi pangan olah minimal (Durand, 1990).
Salah satu mikroorganisme yang
berpengaruh terhadap kerusakan pangan contohnya adalah Staphylococcus aureus, yang merupakan bakteri penyebab keracunan
yang memproduksi enterotoksin. Aureus merupakan patogen indikator sanitasi
tangan pekerja, sehingga penting untuk mengetahui keamanan mikrobiologis dari
buah olah minimal. Beberapa upaya menurunkan kontaminasi awal
pada buah olah minimal adalah dengan menggunakan sanitiser seperti klorin
(Nguyen-the dan Carlin, 1994).
Namun, penggunaan klorin dalam
pangan ataupun perlakuan air maíz dipertanyakan, karena beberapa componen
pangan dapat bereaksi dengan klorin membentuk senyawa toksik yang potensial
(Richardson, 1994).
Dalam industri pangan, bakteri asam
laktat telah digunakan secara luas sebagai agen biokontrol untuk meningkatkan
keamanan pangan olah minimal yang direfrigerasi tanpa penambahan asam. Peranan
bakteri asam laktat adalah untuk memperbaiki cita rasa, tetapi bakteri asam
laktat ini ternyata juga memiliki efek pengawetan pada produk fermentasi yang
dihasilkan. Bakteri asam laktat dapat memproduksi dan melakukan sekresi berupa
senyawa penghambat selain asam laktat dan asam asetat, seperti hidrogen
peroksida, bakteriosin, antibiotik, dan reuterin yang kurang dikenal atau belum
terungkap kemampuannya sebagai senyawa penghambat.
Beberapa penelitian yang telah
dilakukan untuk mengetahui sifat penghambatan dan pengawetan bakteri asam
laktat (BAL) seperti efek penghambatan BAL pada mikroflora yang terdapat dalam
sayur siap olah dan penggunaan BAL untuk meningkatkan keamanan buah dan sayuran
olah minimal (Breidt dan Fleming, 1995).
Pemanfaatan agens hayati untuk
mengendalikan patogen masih populer dan memberikan harapan, baik di dalam
negeri maupun manca negara. Di antara kelompok agens hayati, Pseudomonas fluorescens dan Trichoderma spp. menempati urutan
teratas, paling banyak digunakan atau diteliti.
Pengertian agens hayati menurut FAO
adalah mikroorganisme, baik yang terjadi secara alami seperti bakteri,
cendawan, virus dan protozoa, maupun hasil rekayasa genetik (genetically
modified microorganisms) yang digunakan untuk mengendalikan organisme
pengganggu tumbuhan. Pengertian ini hanya mencakup mikroorganisme, padahal
agens hayati tidak hanya meliputi mikroorganisme, tetapi juga organisme yang
ukurannya lebih besar dan dapat dilihat secara kasat mata seperti predator atau
parasitoid untuk membunuh serangga. Dengan demikian, pengertian agens hayati
perlu dilengkapi dengan kriteria menurut FAO, yaitu organisme yang dapat
berkembang biak sendiri seperti parasitoid, predator, parasit, artropoda
pemakan tumbuhan, dan patogen.
Menurut
Istikorini (2002), mekanisme pengendalian hayati bisa terjadi melalui berbagai
mekanisme, diantaranya :
1.
Antagonisme.
Mikroorganisme
antagonis adalah mikroorganisme yang mempunyai pengaruh merugikan terhadap
mikroorganisme lain yang tumbuh dan berasosiasi dengannya. Hal ini biasanya
terjadi ketika terjadi persaingan antar mikroorganisme dalam hal ruang hidup,
nutrisi dan cekaman faktor lingkungan.
2.
ISR (Induced Systemic Resistance) atau
Ketahanan terimbas.
Ketahanan
terimbas adalah ketahanan yang berkembang setelah tanaman diinokulasi lebih
awal dengan elisitor biotik (mikroorganisme avirulen, non patogenik, saprofit)
dan elisitor abiotik (asam salisilat, asam 2-kloroetil fosfonat).
3.
Proteksi silang.
Tanaman
yang diinokulasi dengan strain virus yang lemah hanya sedikit menderita
kerusakan, tetapi akan terlindung dari infeksi strain yang kuat. Strain yang
dilemahkan antara lain dapat dibuat dengan pemanasan in vivo, pendinginan in
vivo dan dengan asam nitrit. Biasanya mekanisme antagonisme dan ketahanan
berimbas terjadi secara simultan, sehingga rhizobakteri mampu menghambat
pertumbuhan jamur patogen secara langsung dan tidak langsung. Beberapa studi in
vitro terkait mekanisme biofungisida melalui antagonisme telah banyak
dilakukan.
Menurut
Haas and Devago (2005), Pseudomonas fluorescens dapat mengeluarkan senyawa
antibiotik (antifungal), siderofor, dan metabolit sekunder lainnya yang
sifatnya dapat menghambat aktivitas jamur Fusarium oxysporum. Senyawa
siderofor, seperti pyoverdin atau pseudobacin diproduksi pada kondisi
lingkungan tumbuh yang miskin ion Fe. Senyawa ini menghelat ion Fe sehingga
tidak tersedia bagi mikroorganisme lain. Ion Fe sangat diperlukan oleh spora F.
oxysporum untuk berkecambah. Dengan tidak tersedianya ion Fe maka infeksi F.
oxysporum ke tanaman berkurang.
Lebih jauh, jika diperhatikan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 411 tahun 1995 tentang pengertian agens
hayati maka maknanya menjadi lebih sempurna lagi, yaitu setiap organisme yang
meliputi spesies, subspesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda,
protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma, serta organisme lainnya
dalam semua tahap perkembangannya yang dapat dipergunakan untuk keperluan
pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi,
pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya (Menteri Pertanian
RI 1995).
Definisi terakhir mempunyai
pengertian bahwa agens hayati tidak hanya digunakan untuk mengendalikan OPT,
tetapi juga mencakup pengertian penggunaannya untuk mengendalikan jasad
pengganggu pada proses produksi dan pengolahan hasil pertanian.
1. Bakteri
Psedeumonas Fluoroscens
Bakteri
dilaporkan mampu menekan pertumbuhan patogen dalam tanah secara alamiah ,
seperti Agrobakterium, Bassilus, dan Pseudomonas.Pseudomonas merupakan salah satu genus dari
pseudomonadaceae. Bakteri ini berbentuk batang lurus atu lengkung, ukuran
setiap sel bakteri adalah 0,5-0,11µm. Bakteri ini tidak membentuk spora dan
bereaksi nagatif terhadap pewarnaan gram. Pseudomonas terbagi atas grup-grup,
diantaranya adalah sub-grup fluorescens yang dapat mengeluarkan pigmen
phenazine (Brog, 1988).
Dimana pigmen pheazine ini telah
diteliti mampu sebagai agen hayati pengendalian patogen karena mampu bersaing
untuk mendapatkan zat makanan, atau karena hasil-hasil metabolisme seperti
siderofeor, hidrogen sianic antibiotik, atau enzim extraseluler yang bersifat
antagonis melawan patogen (Weller,
1988).
Baru-baru ini telah dibuktikan bahwa
bakteri pseudomonas spp, dapat menstimulir ketahanan tanaman terhadap infeksi
jamur patogen akar, bakteri, dan virus. Selain itu juga mampu menekan
pertumbuhan Theilaviopsis basicola yang menyebabkan busuk akar (Leeman, 1995).
2. Karakteristik Bakteri Beberapa Agen
Hayati
Beberapa
contoh karakteristik penting dari bakteri yang sering digunakan sebagai agens
hayati, seperti P. fluorescens dan B.
Subtilis diuraikan berikut ini. P. fluorescens
termasuk ke dalam bakteri yang dapat ditemukan di mana saja, sering kali
ditemukan pada bagian tanaman seperti permukaan daun dan akar, bisa juga pada
sisa tanaman yang membusuk, tanah dan air (Bradbury 1986).
Ciri
utama dari P. fluorescens adalah
kemampuannya menghasilkan pigmen pyoverdin dan atau fenazin pada medium King’B
sehingga terlihat berpijar bila terkena sinar UV. P. fluorescens telah dimanfaatkan sebagai agens hayati untuk
beberapa jamur dan bakteri patogen tanaman. Kemampuan P. fluorescens menekan populasi patogen diasosiasikan dengan
kemampuan untuk melindungi akar dari infeksi patogen tanah dengan cara
mengkolonisasi permukaan akar, menghasilkan senyawa kimia seperti antijamur dan
antibiotik, serta kompetisi dalam penyerapan kation Fe. Di samping itu, P. fluorescens F113 juga digunakan untuk
menghancurkan senyawa-senyawa beracun seperti polychlorinated biphenyls yang
sangat beracun dan persisten (The National Forest and Nature Agency 2000).
B. subtilis diketahui
secara luas sebagai bakteri saprofit, tidak menyebabkan penyakit pada tanaman,
dapat hidup dalam kondisi anaerob, bersifat Gram positif, dan membentuk spora,
serta menghasilkan beberapa jenis senyawa antimikroba seperti basitrasin,
basilin, basilomisin B, difisidin, oksidifisidin, lesitinase, dan subtilisi
(Bradbury 1986).
Karakteristik morfologi dan biokimia B.
subtilis disajikan pada Informasi penting tentang karakteristik morfologi dan
biokimia B. cepacia ditemukan oleh Bradbury (1986) dan Hildebrand et al.
(1988), B. cepacia juga memiliki kekerabatan secara serologi dengan R.
solanacearum (Supriadi et al. 2000).
Bakteri
Penghasil Siderofor.
Siderofor
adalah senyawa organik selain antibiotik yang dapat berperan dalam pengendalian
hayati penyakit tumbuhan. Siderofor diproduksi secara ekstrasel, senyawa dengan
berat molekul rendah dengan affinitas yang sangat kuat terhadap besi (III).
Kemampuan siderofor mengikat besi (III) merupakan pesaing terhadap
mikroorganisme lain, banyak bukti-bukti yang menyatakan bahwa siderofor
berperan aktif dalam menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen (Fravel 1988).
Selain
peranannya sebagai agen pengangkutan besi (III), siderofor juga aktif sebagai
faktor pertumbuhan, dan beberapa diantaranya berpotensi sebagai antibiotik
(Neilands 1981).
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa siderofor berpendarfluor kuning-kehijauan yang
dihasilkan oleh pseudomonad pendarfluor disebut sebagai pseudobactin bermanfaat
untuk pertumbuhan tanaman (Leong 1986).
Pigmen
pendarfluor hijau-kekuningan larut dalam air, dikeluarkan oleh kebanyakan
spesies Pseudomonas. Diantara spesies
yang banyak diteliti sehubungan dengan pigmen ini adalah P. airuginosa, P. ovalis, P. mildenbergil, P. reptilivora, P.
geniculata, P. calciprecipitans. Pengenalan terhadap pigmen ini tidak
susah, terutama jika bakteri dikulturkan pada medium King's B (KB). Ciri-ciri
sebagai pengeluar pigmen ini masih digunakan sebagai penanda taksonomi untuk
identifikasi bakteri ini yang disebut sebagai bakteri Pseudomonas pendarfluor
(Meyer et al. 1987).
Pseudobaktin
akan dihasilkan Pseudononas B 10 jika
dikulturkan pada medium stress besi. Penelitian menunjukkan bahwa pseudobactin
hijau-kekuningan efektif menekan pertumbuhan E. carotovora, manakala pseudobactin merah-kecoklatan tidak menekan
pertumbuhan E. carotovora.
Secara
in vitro, pseudobactin menekan
pertumbuhan karena pengikatan besi (III). Perlakuan tumbuhan umbi kentang
dengan suspensi sel bekteri strain B 10 clan pseudoboktin menunjukkan pertambahan pertumbuhan yang berarti.
Populasi jamur patogen parle sekitar akar juga menjadi berkurang karena
perlakuan bakteri strain B 10 (2.3 unit pembentukan koloni (cfu) per 10 cm
akar; atou berkurang 59 persen) dan dengan pcrlakuan pseudobaktin (1.4 cfu per
10 cm akar; atau berkurang 74 persen) berbanding perlakuan dengan air (5.5 cfu
per 10 cm akar), sedangkan perlakuan bakteri mutan takberpendarfluor yang tidak
menghasilkan siderofor tidak menekan pertumbuhan E. carotovora dan tidak pula menyebabkan
pertambahan pertumbuhan pada umbi kentang walaupun bakteri mengkoloni akar tumbuhan
(Kloepper et al. 1980).
Hasil
di atas menunjukkan bahwa pseudomonad
pendarfluor berperan dalam mempercepat pertumbuhan karena siderofor yang
dihasilkannya efisien mengikat besi (III) pada zon akar, menyebabkan besi (III)
tidak tersedia bagi mikroorganisme rhizoplane termasuk mikroorganisme patogen
tumbuhan. Mungkin semua pseudomonad
pendarfluor dapat menghasilkan siderofor sejenis pseudobaktin yang
masing-masing berbeda dalam hal jumlah dan susunan asam amino dalam rantai
peptide. Pseudomonad pendarfluor banyak diteliti sehubungan dengan kemampuan
bakteri ini sebagai perangsang pertumbuhan (Plant Growth Promoting
Rhizobacteria=PGPR) dan menekan serangan penyakit yang disebabkan Fusarium oxysporum dan penyakit akar
yang disebabkan Gaeumannomyces graminis.
Mekanisme kerja PGPR diketahui sebagai senyawa yang berfungsi sebagai pemasok
zat makanan, bersifat antibiosis, atau sebagai hormon pertumbuhan, atau
penggabungan dari berbagai cara tersebut. Pseudomonad pendarfluor yang
diisolasi dari tanah yang secara alami menekan pertumbuhan Fusarium juga
menekan pertumbuhan Gaeumannomyces graminis var. tritici penyebab penyakit
take-all (Wong & Baker 1984)
Penelitiannya
membuktikan bahwa tidak hubungan antara hambatan antibiosis yang dihasilkan
bakteri secara in vitro di atas agar dan hambatannya terhadap penyakit pada
tanaman di dalam polibag, hasil ini menunjukkan bahwa mekanisme pengendalian
patogen karena persaingan zat besi. Jamur-jamur patogen tidak menunjukkan
kemampuan menghasilkan siderofor jenis yang sama dengan yang dihasilkan bakteri
Pseudomonas spp. sehingga jamur
patogen mengalami defisit unsur besi menyebabkan pertumbuhan patogen menjadi
terhambat.
3. Potensi Rhizobakteria Sebagai Agen
Hayati Untuk Biokontrol Jamur Fusarium
sp.
Pengendalian
hayati khususnya pada penyakit tumbuhan dengan menggunakan mikroorganisme telah
dimulai sejak lebih dari 70 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1920 sampai
dengan 1930 ketika pertama kali diperkenalkan antibiotik yang dihasilkan
mikroorganisme tanah, tetapi beberapa percobaan belum berhasil sampai
penelitian mengenai pengendalian hayati terhenti selama kurang lebih 20 tahun.
Perhatian pakar penyakit tumbuhan terhadap metoda pengendalian hayati bangkit
kembali ketika diadakan simposium internasional pengendalian hayati di Barkley
pada tahun 1963. Sekarang ini sudah menjadi satu pengetahuan bahwa pengendalian
hayati akan memainkan peranan penting dalam pertanian pada masa akan datang (Hasanudin,
2003).
4. Senyawa Antibiotik Yang dihasilkan
Bakteri
Senyawa
yang dihasilkan bakteri dapat berupa phenazine-1-carboxylate, pyoluteorin,
pyrrolnitrin, 2,4-diacetylphloroglucinol, phenazine-1-carboxyamide, pyocyanine,
hidrogen cyanide dan viscosinamide (Adesina, 2007).
Seperti
yang telah disebutkan di awal terdapat beberapa rhizobakteria yang secara in
vitro terbukti memiliki aktivitas antifungal. Hasil-hasil penelitian terkait
potensi rhizobakteria tersebut sebagai antifungal melaporkan bahwa beberapa
bakteri dari genus Bacillus, seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus
licheniformis, Bacillus megaterium dan Bacillus pumilus dapat berperan
sebagai agen biokontrol untuk mengendalikan pertumbuhan jamur Fusarium sp
(El-Hamshary and Khattab, 2008).
Bakteri
dari genus Bacillus dilaporkan dapat
menghasilkan beberapa peptida yang berperan sebagai antibiotik dan antifungi,
seperti subtilin, subtilosin, mycobacillin, subsporin, ituirin, Cerexin,
surfactin, bacillomycin, bacilysin, asam sianida, fengycin dan bacilysocin
(Katz and Demain, 1977:). Sintesis antibiotik pada Bacillus dikontrol oleh
beberapa gen yang ekspresinya dikontrol sesuai dengan kondisi lingkungan tempat
bakteri hidup (Schaechter, 2004:128).
Bakteri
ini mampu menghasilkan enzim degradatif makromolekul yang bisa menghancurkan
dinding sel jamur, seperti protease (intraseluler) dan beberapa enzim yang
disekresikan pada medium seperti levansukrase, _-glukanase, _-amilase,
xilanase, kitinase dan protease (Kunst and Rapoport, 1995:2403; Schaechter,
2004:127). Dinding sel Fusarium sp tersusun atas 39% kitin, 29% glukan, 7%
protein dan 6% lemak (Webster,2007).
Kandungan kitin pada dinding sel jamur
Fusarium sp ini akan memicu pembentukan enzim degradatif oleh Bacillus.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Bakteri adalah organisme bersel satu
yang terlalu kecil untuk dapat dilihat kecuali dengan bantuan mikroskop.
2. Manfaat
mekanisme pengendalian hayati bisa terjadi melalui berbagai mekanisme, yaitu
antagonis, ISR, dan proteksi silang.
DAFTAR
PUSTAKA
Alstrom, S.
1991. Incudtion of diseaes resistenc in comman bean susceptible to halo bloght
bacterial pathogen after seed bacterization with Rhizospera Psedomonas J. Gen.
Appla. Microbio. 37 : 495-501.
Aries pratomo, Sp, MSc. 2008. Perinsip
pengendalian hayati. (upi). Bandung. Jawa barat.
Baker, C. J., Stavely, J. R. & Mock.
N. 1985. Biocontrol of been RST by Bacillus Subtilis Under field conditions
plant disease. 69 : 770-772.
Brock. T. D. & Madigan, M. T. 1988.
Biology of mikroorganisme. Prentice. Hall international edition.
Dewi I, R,. 2007. Bakteri pelarut fosfat
(bpf). Fakultas pertanian universitas padjadjaran. Jatinangoro
Fravel, D.R. 1988. Role of antibiosis in
the biocontrol of plant disease. Annu. Rev Phytopathologi. 26 : 75-91.
Hasanudin. (2003). Peningkatan Peranan
Mikroorganisme dalam Sistem Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Terpadu.
(Online). Tersedia :
http://library.usu.ac.id/download/fp/fp-hasanuddin.pdf
[Diakses tanggal 23 Desember 2010]
Juanda, i, f,. 2004. Potensi rhizobakteria
sebagai agen biofungisida untuk Pengendalian jamur fitopatogen fusarium.
Universitas pendidikan indonesia.
Supriadi.2003. Analisis risiko agens
hayati untuk pengendalian patogen pada tanaman. Balai penelitian tanaman rempah
dan obat (bptro): bogor.