BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
1.1.1.
Pengertian
Tanah Secara Umum
Tanah dalalah benda alam berbentuk tiga
dimensi yang terdiri dari mineral, bahan organik, udara dan air. Meliputi
permukaan bumi, dibedakan dalam horizon-horizon yang berlainan dari bawahnya
dalam sifat fisik, kimia dan biologi (Modul Praktikum).
Definisi tanah secara mendasar
dikelompokkan dalam tiga definisi, yaitu:
1.
Berdasarkan pandangan
ahli geologi
2.
Berdasarkan pandangan
ahli ilmu alam murni
3.
Berdasarkan pandangan
ilmu pertanian.
Menurut ahli geologi (berdasarkan
pendekatan Geologis)
Tanah didefiniskan sebagai lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit (lapisan partikel halus).
Tanah didefiniskan sebagai lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit (lapisan partikel halus).
Menurut Ahli Ilmu Alam Murni (berdasarkan
pendekatan Pedologi) Tanah didefinisikan sebagai bahan padat (baik berupa
mineral maupun organik) yang terletak dipermukaan bumi, yang telah dan sedang serta
terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor: bahan induk, iklim,
organisme, topografi, dan waktu.
Menurut Ahli Pertanian (berdasarkan
pendekatan Edaphologi) Tanah didefinisikan sebagai media tempat tumbuh tanaman.
Selain ketiga definisi diatas, definisi
tanah yang lebih rinci diungkapkan ahli ilmu tanah, Tanah adalah lapisan
permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai
tempat tumbuh & berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman
dan menyuplai kebutuhan air dan udara. Baik secara kimiawi
berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan
anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu,
Zn, Fe, Mn, B, Cl) dan secara biologi berfungsi sebagai
habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara
tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang
ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk
menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan,
industri perkebunan, maupun kehutanan.
Tanah sangat penting untuk mempertahankan
kehidupan dan sangat penting dalam lingkungan lahan basah. Tanah dapat dibentuk
melalui berbagai proses yang disebut faktor pembentuk tanah. Ini termasuk
bantuan atau topografi tanah, organisme hadir dalam lingkungan, iklim di mana
tanah dibentuk, bahan induk atau mineral asli yang menimbulkan tanah, dan waktu
bahwa semua proses ini telah terjadi. Air dapat disimpan seluruh profil tanah
lahan basah, dan mereka juga dapat bertindak sebagai filter raksasa untuk
membuang kelebihan nutrisi dan mengotori. Setiap tanah akan terlihat sedikit
berbeda, tergantung di mana ditemukan dalam kaitannya dengan sumber air. Kedalaman air ke meja dapat ditentukan dari
mana warna abu-abu ditemukan dalam profil tanah. Yang ini lebih tinggi warna
ditemukan, semakin tinggi permukaan air telah meningkat. Tekstur dan struktur
tanah dipengaruhi oleh muka air, dan faktor fisik lainnya.
1.1.2.
Klasifikasi
lahan di Kalimantan Selatan
Contohnya Wilayah Kota
Banjarbaru, daerah ini berada pada ketinggian 0–500 m dari permukaan laut, dengan
ketinggian 0–7 m (33,49 %), 7-25 m (48,46 %), 25-100 m (15,15 %), 100-250 m
(2,55 %) dan 250-500 m (0,35 m). Adapun kondisi fisik tanah yang dapat
dipergunakan untuk menggambarkan kondisi efektif per-tumbuhan tanaman adalah
kelerengan, kedalaman efektif tanah, drainase, keadaan erosi tanah, dapat
dijelaskan sebagai berikut :
·
Klasifikasi Kelerengan
Kota Banjarbaru adalah kelerengan 0-2 % mencakup 59,35 persen luas wilayah,
kelerengan 2-8 % mencakup 25,78 persen wilayah, kelerengan 8-15% mencakup 12,08
persen wilayah.
·
Klasifikasi Kedalaman
efektif tanah terbagi dalam empat kelas yaitu kedalaman <> 90 cm. Kota
Banjarbaru secara umum mem punyai kedalaman efektif lebih 90 cm dimana
jenis-jenis tanaman tahunan akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
·
Drainase di Kota
Banjarbaru tergolong baik, secara umum tidak terjadi penggenangan. Namun ada
daerah yang tergenang periodik yaitu tergenang kurang dari 6 (enam) bulan,
terdapat di Kecamatan Landasan Ulin yang merupakan peralihan daerah rawa
(persawahan) di Kecamatan Gambut dan Aluh-Aluh.
Berdasarkan Peta Kemampuan Tanah Skala 1
: 25.000, erosi tidak terjadi di wilayah Kota Banjarbaru. Berdasarkan Peta
Geologi tahun 1970, batuan di Kota Banjarbaru terdiri dari Alluvium (Qha) 48,44
persen, Martapura (Qpm) 37,71 persen, Binuang (Tob) 3,64 persen, Formasi
Kerawaian (Kak) 2,26 persen, Formasi Pitap (Keputusan Presiden) 3,47 %. Jenis
tanah terbentuk dari faktor-faktor pembentuk tanah antara lain : batuan induk,
iklim, topografi, vegetasi dan waktu. Tiap jenis tanah mempunyai karakteristik
tertentu yang membedakan antara satu dengan yang lainnya. Karakteristik tanah
tersebut misalnya berkaitan tingkat kepekaan nya terhadap erosi, kesuburan
tanah, tekstur tanah dan konsistensi tanah.
Berdasarkan peta skala 1 : 50.000 yang
diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1974, di wilayah Kota
Banjarbaru terdapat 3 (tiga) kelompok jenis tanah yaitu Podsolik (63,82%),
Lathosol (6,36%) dan Organosol (29,82%).
1.1.3.
Permasalahan
tanah yang ada di Kalimantan selatan.
Bagian selatan dari propinsi Kalimantan
Selatan umumnya berupa tanah rawa lunak dan mengandung Gambut, ini sering
terlihat antara lain dari warna air genangan di rawa-rawa tersebut yang
berwarna coklat kehitaman (walaupun tak harus selalu begitu), makanya rumah-rumah
di Banjarmasin itu dibangun diatas kayu galam, sebagai tiang pancang rumah
panggung tersebut.
Pasir yang dijumpai di bukit-bukit di
Kalimantan biasanya warnanya kuning keputih-putihan atau kuning kemerahan (sama
di Banjarmasin sampai Balikpapan, sampai ke pulau Tarakan), beda dengan pasir
di pulau Jawa (Galunggung atau Jawa tengah) yang kehitaman. Sementara tanah
asli di bukit tambang batubara yang telah di kupas tadi berwarna kuning
kemerahan dan sangat mudah tererosi oleh air hujan sehingga akan menimbulkan
masalah sedimentasi serius maupun biaya pemeliharaannya kalau tak dilapis
dengan satu lapis kerikil. Batu kerikil boleh dibilang sangat sedikit dijumpai,
pada umumnya batu kerikil unt. jalan/beton didatangkan dari Banten (Jawa) untuk
konsumsi Kalimantan Tengah dan sebagian Kalimantan Barat, sementara untuk
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, umumnya batu didatangkan dari pulau
Sulawesi, pakai tongkang-tongkang. Itulah sebabnya harga satuan konstruksi
jalan di Kalimantan jauh lebih mahal
dari di pulau jawa. Sebenarnya kalau
di cari-cari gunung batu itu ada tapi memang tak banyak, dan letaknya masih di
tengah hutan di bukit-bukit, kalau pas cuaca cerah saat terbang dari Balikpapan
ke Surabaya, dari jendela sisi kanan sebelum sampai di atas Banjarmasin, tampak
beberapa gunung batu di bukit Meratus. Dari Banjarmasin, setelah sampai
Banjarbaru, jalan Trans Kalimantan berarah ke utara, jalan ini adalah batas
faktual antara tanah kering/keras di sisi timurnya dan tanah rawa lunak di sisi
baratnya, demikian seterusnya sampai jalan ini mendekati batas Kalimantan Timur
di Tanjung, sebelum masuk ke Tanah Grogot (Pasir). Test tanah dasar di kedua
sisi jalan ini akan menunjukkan hasil yang sangat berbeda, di sisi timur, pada
kedalaman sampai 2 meter saja sudah dijumpai lapisan keras yang layak untuk
pondasi badan jalan, sementara di sisi barat, sampai ke dalaman 29 - 32 m baru
dijumpai lapisan tanah keras, dan sepanjang 29 meter tadi dapat dikatakan
hampir tak ada perlawanan / kekuatan tanah sama sekali, lunak, seperti menusuk
agar-agar.
Hal ini sesuai dengan sifat batubara di
Indonesia yang
biasanya dijumpai atau ditambang dengan cara "Open Mining" di lapisan dangkal (berbeda dengan batubara di Eropa yang umumnya dijumpai di lapisan dalam). Jadi semua tambang-tambang batubara tadi biasanya dijumpai di bukit-bukit di sisi timur jalan raya Trans Kalimantan yg memanjang dengan Arah utara-selatan dari kabupaten Hulu Sungai Utara sampai ke kabupaten Banjarbaru. Yang menjadi masalah buat para penambang tadi ialah bagaimana membawa batubara hasil tambang ke sungai-sungai atau ke laut.
biasanya dijumpai atau ditambang dengan cara "Open Mining" di lapisan dangkal (berbeda dengan batubara di Eropa yang umumnya dijumpai di lapisan dalam). Jadi semua tambang-tambang batubara tadi biasanya dijumpai di bukit-bukit di sisi timur jalan raya Trans Kalimantan yg memanjang dengan Arah utara-selatan dari kabupaten Hulu Sungai Utara sampai ke kabupaten Banjarbaru. Yang menjadi masalah buat para penambang tadi ialah bagaimana membawa batubara hasil tambang ke sungai-sungai atau ke laut.
Cara mengeluarkan/mengirim hasil tambang
ini umumnya dengan memakai Truk (baik truk biasa / tronton maupun truk khusus
Off-Road untuk operasi tambang), Cuma masalahnya ialah setelah keluar dari
daerah operasional tambang yang kering berbukit-bukit tadi, truk berat angkutan
batubara tadi akan menjumpai tanah lunak kalau mau ke arah barat, ke sungai
Barito. Kalau mau ditarik jarak lurus dari jalan Trans tadi ke arah barat
melewati rawa Gambut, ke sungai Barito, rata-rata jarak nya cuma 40 km, tapi
seluruhnya melewati rawa gambut, jadi biayanya menjadi sangat tinggi per km
jaraknya, karena harus diakali dengan berbagai cara dari pakai tiang galam /
cerucuk atau pakai geotextile.
Sementara kalau memakai jalan Trans tadi
ke Banjarmasin, untuk ke pelabuhan di sungai Barito, jaraknya bisa sekitar 100
km dan bercampur dengan lalulintas umum, jadi truknya juga harus truk biasa
untuk jalan raya, dan inipun menimbulkan masalah dengan penduduk, dari masalah
resiko / probabilitas kecelakaan, bising, debu, yang lebih serius (dan pasti
terjadi) ialah jalan jadi rusak karena memang tidak di desain untuk lalulintas
truk batubara tadi.
Pelajaran yang bisa ditarik dari situasi
di Kalimantan
Selatan ini ialah bagian yang di rawa-rawa gambut memang faktual sangat lunak dan tak akan mampu mendukung beban tanpa diakali dengan berbagai cara teknis yang memerlukan biaya yang mahal sampai sangat mahal, tapi bagian yang di bukit-bukit yang kering tadi juga (faktual) dapat mendukung dengan mudah / murah beban berat dari truk dengan muatan batubara tadi Situasi tanah dasar yang seperti KalSel ini juga banyak dijumpai di Kalimantan Timur, bahkan kelihatannya lebih banyak lagi daerah yang berbukit di Kaltim yang dapat dengan telah dengan mudah / murah dibangun jalan raya diatasnya untuk angkutan berat (kayu HPH atau batubara).
Selatan ini ialah bagian yang di rawa-rawa gambut memang faktual sangat lunak dan tak akan mampu mendukung beban tanpa diakali dengan berbagai cara teknis yang memerlukan biaya yang mahal sampai sangat mahal, tapi bagian yang di bukit-bukit yang kering tadi juga (faktual) dapat mendukung dengan mudah / murah beban berat dari truk dengan muatan batubara tadi Situasi tanah dasar yang seperti KalSel ini juga banyak dijumpai di Kalimantan Timur, bahkan kelihatannya lebih banyak lagi daerah yang berbukit di Kaltim yang dapat dengan telah dengan mudah / murah dibangun jalan raya diatasnya untuk angkutan berat (kayu HPH atau batubara).
1.2.
Tujuan
- Mendiskripsikan
profil tanah dan morfologi tanah
Tanah begitu berarti bagi manusia sebagai sumber penghidupan manusia sehingga munculah istilah Soil Science atau ilmu tanah yaitu ilmu yang berhubungan dengan tanah sebagai sumber penghidupan pada permukaan bumi yang mencakup pembentukan tanah serta klasifikasi dan pemetaan berdasarkan sifat-sifat fisika, kimia hayati dan kesuburan tanah dimana sifat-sifat ini berkaitan dengan pengolahan bagi produksi tanaman.
Gambar
1. Profil Tanah
Pengenalan tanah di lapangan dilakukan
dengan mengamati menjelaskan sifat-sifat profil tanah. Profil tanah adalah
urutan-urutan horison tanah, yakni lapisan-lapisan tanah yang dianggap sejajar
permukaan bumi. Profil tanah dipelajari menggali tanah dengan dinding lubang
vertikal kelapisan yang lebih bawah.
Profil tanah merupakan suatu irisan
melintang pada tubuh tanah, dibuat dengan cara membuat lubang dengan ukuran
panjang dan lebar serta kedalaman tertentu sesuai dengan keadaan tanah dan
keperluan penelitian. Tanah merupakan tubuh alam yang terbentuk dan berkembang
akibat terkena gaya-gaya alam (natural forces) terhadap proses pembentukan
mineral. Pembentukan dan pelapukan bahan-bahan organik pertukaran ion-ion,
pergerakan dan pencucian bahan-bahan koloid (Buckman, 1982).
- Mempelajari
cara penggambilan sampel tanah
Cara penggambilan sampel tanah meliputi
boring dan ring sampel, menggunakan bor tanah untuk mengetahui penyebaran tanah
ataupun pengambilan sampel kesuburan tanah secara terusik dan menggunakan ring
sample untuk pengambilan sampel secara tidak terusik untuk kepentingan analisa
dilaboratorium.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Lahan kering di Kalimantan Selatan
Kalimantan adalah nama bagian wilayah
Indonesia di Pulau Borneo Besar, yaitu
pulau terbesar ketiga di dunia setelah Greenland dan Seluruh Pulau Irian. Kalimantan meliputi 73 % massa daratan
Borneo. Terdapat empat propinsi di Kalimantan, yaitu Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, KalimantanSelatan dan Kalimantan Timur, luas seluruhnya
mencapai 549.032 km2. Luasan ini merupakan 28 % seluruh daratan Indonesia.
Kalimantan Timur negara bagian Malaysia
yaitu Serawak dan Sabah, dan Kesultanan Brunei Darusallam.Batasan wilayah
secara politik yang ada sekarang ini mencerminkan kepentingan penjajah masa
lampau.
Secara geografis pulau Kalimantan
(Indonesia), terletak diantara 4024` LU- 40 10` LS dan anatara 1080 30` BT
-1190 00` BT dengan luas wilayah
sekitar535.834 km2. Berbatasan langsung dengan negara Malaysia (Sabah
dan Serawak) di sebelah utara yang
panjang perbatasannya mencapai 3000 km mulai
dari proinsi Kalimantan Barat sampai dengan Kalimantan Timur.
Pulau Kalimantan sebagaian besar
merupakan daerah pegunungan / perbukitan (39,69 %), daratan (35,08 %), dan
sisanya dataran pantai/ pasang surut (11,73 %) dataran aluvial (12,47 %), dan
lain lain (0,93 %).Pada umumnya topografi bagian tengah dan utara (wilayah
republik Indonesia/RI) adalah daerah pegunungan tinggi dengan kelerengan yang
terjal dan merupakan kawasan hutan dan hutan lindung yang harus dipertahankan
agar dapat berperan sebagai fungsi
cadangan air dimasa yang akan datang. Pegunungan utama sebagai kesatuan
ekologis tersebut adalah Pegunungan Muller, Schwaner, Pegunungan Iban dan
Kapuas Hulu serta dibagian selatan Pegunungan Meratus. Para Ahli agronomi
sepakat bahwa tanah-tanah di Kalimantan adalah tanah yang sangat miskin, sangat
rentan dan sangat sukar dikembangkan untuk pertanian. Lahan daratan memerlukan
konservasi yang sangat luas karena terdiri dari lahan rawa gambut, lahan
bertanah asam, berpasir, dan lahan yang memiliki kelerengan curam. Kalimantan
dapat dikembangkan, tetapi hanya dalam batas-batas ekologis yang agak ketat dan
dengan kewaspadaan tinggi.
Sejumlah sungai besar merupakan urat
nadi transportasi utama yang menjalarkan kegiatan perdagangan hasil sumber daya
alam dan olahan antar wilayah dan eksport-import. Sungai-sungai di Kalimantan
ini cukup panjang dan yang terpanjang adalah sungai Kapuas (1.143 km) di Kalbar
dan dapat menjelajah 65 % wilayah Kalimantan Barat.
Potensi pertambangan banyak terdapat di
pegunungan dan perbukitan di bagaian tengah dan hulu sungai. Deposit
pertambangan yang cukup potensial adalah emas, mangan, bauksit, pasir kwarsa,
fosfat, mika dan batubara. Tambang minyak dan gas alam cair terdapat di dataran
rendah, pantai, dan lepas pantai.
Kegiatan perkebunan pada umumnya berada
pada wilayah di perbukitan dataran rendah. Perkebunan yang potensi dan
berkembang seperti sawit, kelapa, karet, tebu dan perkebunan tanaman pangan.
Usaha perkebunan ini sudah mulai berkembang banyak dan banyak investor mulai
datang dari negara jiran, karena keterbatasan lahan di negara jiran tersebut.
Untuk terus dikembangkan secara ekonomis dengan memanfaatkan lahan yang sesuai.
Namun sekarang ini pengembangan perkebunan juga mengancam kawasan perbukitan
dataran tinggi, namun diduga areal yang sebenarnya kurang cocok untuk
perkebunan hanya sebagai dalih untuk melakukan eksploitasi kayu.
2.2.
Permasalahan tanah podsolik dan penanggulangannya
Kondisi
iklim di Indonesia seperti curah hujan dan suhu yang tinggi, khususnya
Indonesia bagian barat, menyebabkan tanah-tanah di Indonesia didominasi oleh
tanah berpelapukan lanjut seperti Ultisol dan Oxisols. Tanah-tanah ini secara
alamiah tergolong tanah marginal dan rapuh serta mudah terdegradasi menjadi
lahan kritis. Namun, degradasi lahan lebih banyak disebabkan karena adanya
pengaruh intervensi manusia dengan pengelolaan yang tidak mempertimbangkan
kemampuan dan kesesuain lahan.
Kemampuan
tanah untuk mendukung kegiatan usaha pertanian atau pemanfaatan tertentu
bervariasi menurut jenis tanah, tanaman dan faktor lingkungan. Oleh karenanya
pemanfaatan tanah ini harus hati-hati dan disesuaikan dengan kemampuannya, agar
tanah dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Data dari Direktorat Bina
Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan tahun 1993 dalam Zaini et al (1996)
menunjukkan bahwa di Indonesia saat ini terdapat sekitar 7,5 juta ha lahan yang
tergolong potensial kritis, 6,0 juta ha semi kritis dan 4,9 juta ha tergolong
kritis. Data ini merupakan indikasi bahwa tingkat pengelolaan lahan di
Indonesia tergolong buruk.
Usaha
pertanian yang dilakukan pada lahan-lahan marginal semacam ini akan banyak
menghadapi kendala biofisik berupa sifat fisik yang tidak baik, kahat hara,
keracunan unsur, hama dan penyakit dan sebagainya. Ketidak tersediaan unsur
hara bukan hanya disebabkan karena tanahnya yang miskin, tapi juga bisa terjadi
karena erosi dan fiksasi hara yang tinggi sehingga tidak tersedia bagi tanaman.
Penyebab lahan kritis karena erosi sangat umum dijumpai. Erosi cendrung
mengangkut lapisan tanah yang relatif subur dan meninggalkan lapisan tanah
bawah yang miskin.
Mengingat
begitu luasnya lahan kritis serta laju degradasi lahan yang semakin tinggi,
maka usaha-usaha untuk restorasi dan menekan laju lahan kritis sudah menjadi
kebutuhan yang mendesak. Usaha konservasi tanah dan air secara fisik, kimia dan
biologi sudah banyak dilakukan, namun hasil yang diperoleh belum optimal. Oleh
karenanya upaya lain harus diusahakan sebagai pelengkap dari usaha-usaha yang
telah dilakukan. Salah satu diantaranya adalah pemanfaatan mikoriza yang
diyakini mampu memperbaiki kondisi tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Mikoriza adalah suatu
bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan tingkat tinggi dan miselium
cendawan tertentu. Nama mikoriza pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan Jerman
Frank pada tanggal 17 April 1885. Tanggal ini kemudian disepakati oleh para
pakar sebagai titik awal sejarah mikoriza. Nuhamara (1993) mengatakan bahwa
mikoriza adalah suatu struktur yang khas yang mencerminkan adanya interaksi
fungsional yang saling menguntungkan antara suatu autobion/tumbuhan tertentu
dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Struktur yang
terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan
spektrum yang sangat luas, baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun
penyebaranya. Mikorisa tersebar dari artictundra sampai ke daerah tropis dan dari
daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan yang melibatkan 80% jenis tumbuhan
yang ada.
Berdasarkan struktur
tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dapat digolongkan
menjadi 2 kelompok besar (tipe) yaitu ektomikoriza dan endomikoriza (Rao,
1994). Namun ada juga yang membedakan menjadi 3 kelompok dengan menambah jenis
ketiga yaitu peralihan dari 2 bentuk tersebut yang disebut ektendomikoriza.
Pola asosiasi antara cendawan dengan akar tanaman inang menyebabkan terjadinya
perbedaan morfologi akar antara ektomikoriza dengan endomikoriza. Pada
ektomikoriza, jaringan hipa cendawan tidak sampai masuk kedalam sel tapi
berkembang diantara sel kortek akar membentuk "hartig net dan mantel
dipermukaan akar. Sedangkan endomikoriza, jaringan hipa cendawan masuk kedalam
sel kortek akar dan membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut
vesicle dan sistem percabangan hipa yang disebut arbuscule, sehingga
endomikoriza disebut juga vesicular-arbuscular micorrhizae (VAM)
Praktek pertanian
seperti pengolahan tanah, cropping sistem, ameliorasi dengan bahan organik,
pemupukan dan penggunaan pestisida sangat berpengaruh terhadap keberadaan
mikoriza (Zarate dan Cruz, 1995). Pengolahan tanah yang intensif akan merusak
jaringan hipa ekternal cendawan mikoriza. Penelitian McGonigle and Miller
(1993), menunjukkan bahwa pengolahan tanah minimum akan meningkatkan populasi
mikoriza dibanding pengolahan tanah konvensional. Usahatani tumpangsari
jagung-kedelai juga diketahui meningkatkan perkembangbiakan cendawan VAM.
Ameliorasi tanah dengan bahan organik sisa tanaman atau pupuk hijau merangsang
perkembangbiakan cendawan VAM. Dalam budidaya tradisional, pengolahan tanah
berulang-ulang dan panen menyebabkan erosi hara dan bahan organik dari lahan
tersebut dan ini berpengaruh terhadap populasi AM. Dalam pertanian modern yang
menggunakan pupuk dan pestisida berlebihan (Rao, 1994) serta terjadinya
kompaksi tanah oleh alsintan (McGonigle dan Miller, 1993) berpengaruh negatif
terhadap pembentukan mikoriza. Konsekuensinya adalah produktivitas sistem
pertanian akan sangat tergantung pada pupuk buatan dan pestisida.
Hubungan timbal balik
antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya mendatangkan manfaat positif
bagi keduanya (simbiosis mutualistis). Karenanya inokulasi cendawan mikoriza
dapat dikatakan sebagai 'biofertilization", baik untuk tanaman pangan,
perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Killham, 1994). Bagi tanaman
inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi
pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak
langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah,
meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara
langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi
tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Nuhamara (1994) mengatakan bahwa
sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya
mikoriza ini yaitu :
1.
Mikoriza
dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah
2.
Mikoriza
dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar.
3.
Meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim
4.
Meningkatkan
produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin.
5. Menjamin terselenggaranya proses
biogeokemis.
Namun demikian, respon
tanaman tidak hanya ditentukan oleh karakteristik tanaman dan cendawan, tapi
juga oleh kondisi tanah dimana percobaan dilakukan. Efektivitas mikoriza
dipengaruhi oleh faktor lingkungan tanah yang meliputi faktor abiotik
(konsentrasi hara, pH, kadar air, temperatur, pengolahan tanah dan penggunaan
pupuk/pestisida) dan faktor biotik (interaksi mikrobial, spesies cendawan,
tanaman inang, tipe perakaran tanaman inang, dan kompetisi antar cendawan
mikoriza). Adanya kolonisasi mikoriza tapi respon tanaman yang rendah atau
tidak ada sama sekali menunjukkan bahwa cendawan mikoriza lebih bersifat
parasit (Solaiman dan Hirata, 1995).
Perbaikan Struktur
Tanah. Cendawan mikoriza melalui jaringan hipa eksternal dapat memperbaiki dan
memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa polisakarida, asam organik
dan lendir oleh jaringan hipa eksternal yang mampu mengikat butir-butir primer
menjadi agregat mikro. "Organic binding agent" ini sangat penting artinya
dalam stabilisasi agregat mikro. Kemudian agregat mikro melalui proses
"mechanical binding action" oleh hipa eksternal akan membentuk
agregat makro yang mantap. Wright dan Uphadhyaya (1998) mengatakan bahwa
cendawan VAM mengasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi
dengan peningkatan kemantapan agregat. Konsentrasi glomalin lebih tinggi
ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah dibandingkan dengan yang diolah.
Glomalin dihasilkan dari sekresi hipa eksternal bersama enzim-enzim dan senyawa
polisakarida lainnya. Pengolahan tanah menyebabkan rusaknya jaringan hipa
sehingga sekresi yang dihasilkan sangat sedikit.
Peranan mikroza pada perbaikan lahan
kritis, contohnya lahan alang-alang. Padang alang-alang
tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau besar lainnya. Lahan
alang-alang pada umumnya adalah tanah mineral masam, miskin hara dan bahan
organik, kejenuhan Al tinggi. Disamping itu padang alang-alang juga memiliki
sifat fisik yang kurang baik sehingga kurang menguntungkan kalau diusahakan
untuk lahan pertanian. Alang-alang dikenal sebagai tanaman yang sangat toleran
terhadap kondisi yang sangat ekstrim. Diketahui bahwa alang-alang berasosiasi
dengan berbagai cendawan mikoriza arbuscular seperti Glomus sp., Acaulospora
dan Gigaspora (Widada dan Kabirun ,1997). Kemasaman dan Al-dd tinggi bukan
merupakan faktor pembatas bagi cendawan mikoriza tersebut, tapi merupakan
masalah besar bagi tanaman/tumbuhan. Dengan demikian cendawan mikoriza ini
dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman pangan. Kabirun dan Widada (1994)
menunjukkan bahwa inokulasi MVA mampu meningkatkan pertumbuhan, serapan hara
dan hasil kedelai pada tanah Podsolik dan Latosol. Pada tanah Podsolik serapan
hara meningkat dari 0,18 mgP/tan menjadi 2,15 mg P/tan., sedangkan hasil
kedelai meningkat dari 0,02 g biji/tan. menjadi 5,13 g biji /tan. Pada tanah
Latosol serapan hara meningkat dari 0,13 mg P/tan. menjadi 2,66 mg P/tan, dan
hasil kedelai meningkat dari 2,84 g biji/tan menjadi 5,98 g biji/tan. Penelitian
pemupukan tanaman padi menggunakan perunut 32P pada Ultisols menunjukkan bahwa
serapan hara total maupun yang berasal dari pupuk meningkat nyata pada tanaman
yang diinokulasikan dengan cendawan VAM (Ali et al, 1997).
Pada lahan alang-alang
yang sistem hidrologinya telah rusak, persediaan air bawah tanah menjadi
masalah utama karena tanahnya padat, infiltrasi air hujan rendah, sehingga
walaupun curah hujan tinggi tapi cadangan air bawah permukaan tetap sangat
terbatas. Pengalaman menunjukkan bahwa kondisi ini merupakan salah satu sebab
kegagalan program transmigrasi lahan kering. Petani transmigran kesulitan untuk
mendapatkan air bersih dan tanaman (khususnya tanaman pangan) sering gagal
panen karena stres air.
Tanaman yang
bermikoriza terbukti mampu bertahan pada kondisi stres air yang hebat. Hal ini
disebabkan karena jaringan hipa eksternal akan memperluas permukaan serapan air
dan mampu menyusup ke pori kapiler sehingga serapan air untuk kebutuhan tanaman
inang meningkat. Morte et al (2000) menunjukkan bahwa tanaman Helianthenum
almeriens yang diinokulasi dengan Terfesia claveryi mampu berkembang menyamai
tanaman pada kadar air normal yang ditandai berat kering tanaman, net
fotosintesis, serta serapan hara NPK (Tabel 2). Penelitian lain menunjukkan
bahwa tanaman narra (Pterocarpus indicus) (Castillo dan Cruz, 1996) dan pepaya
(Cruz et al, 2000) bermikoriza memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap
kekeringan dibandingkan tanaman tanpa mikoriza yang ditandai dengan kandungan
air dalam jaringan dan transpirasi yang lebih besar, meningkatnya tekanan
osmotik, terhidar dari plasmolisis, meningkatnya kandungan pati dan kandungan
proline (total dan daun) yang lebih rendah selama stress air
BAB
III
BAHAN
DAN METODE
3.1.
Bahan dan Alat
3.1.1. Bahan
Bahan
yang digunakan untuk praktikum adalah sebagai berikut :
Air,
digunakan untuk membasahi tanah agar mudah mengetahui teksturnya
H2O2,
digunakan untuk mengidentifikasi bahan organik dalam tanah
Lahan
Tanah, digunakan untuk media praktikum
3.1.2. Alat
Alat
yang digunakan pada praktikum addalah sebagai berikut :
Meteran,
digunakan untuk mengukur kedalaman horizon-horizon pada profil tanah
Pisau,
digunakan untuk menggiris tanah pada penggambilan sampel dengan ring sample
Buku
Munshell Soil Colour Chart, digunakan
untuk mendiskripsikan warna tanah
Tabel
diskripsi, digunakan untuk mencatat hasil
praktikum
Kertas
Koran, digunakan untuk alas tempat tanah pada
pengambilan sampel melalui boring
Parang,
digunakan untuk membersihkan permukaan profil tanah agar jelas pada pengamatan
Abney
Level,
digunakan untuk mengukur kelerengan suatu lahan
Ring
sample,
digunakan untuk menggambil sampel tanah di lahan secara tidak terusik
Bor,
digunakan untuk mengambil sampel tanah dilahan secara terusik
3.2.
Waktu dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada hari minggu, 4 Juli 2010 pukul 08.00-selesai di Lahan
Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat.
3.3. Metode Praktikum
Praktikum
terdiri dari 4 kegiatan, yaitu diskripsi morfologi tanah dilapangan, cara pengambilan
sampel tanah dilapangan, identifikasi bahan organik dalam tanah, dan
identifikasi kelerengan lahan. Metode praktikum adalah sebagai berikut :
3.3.1.
Diskripsi
morfologi tanah dilapangan
Langakah pertama
siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Bersihkan lahan yang digunakan
untuk mendiskripsikan profil tahan dari rerumputan maupun lumut yang ada
dipermukaan tiap-tiap horizon. Setelah selesai, bedakan tiap-tiap horizon
dengan melihat perbedaannya melalui warna (horizon O, A, AB dan B) kemudian
beri garis antara horizon. Ukur kedalaman tiap-tiap horizon menggunakan meteran
dan catat dalam tabel diskripsi.
Langkah kedua tentukan warna tanah
dengan mengambil sedikit tanah yang ada pada tiap-tiap horizon. Bandingkan
dengan warna yang ada pada buku Munshell Soil Colour Chat untuk pengklasifikasian
dengan spektrum warna yang dominan sesuai panjang gelombangnya dan keadaan
gelap terangnya warna sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan, kenudian
catat dalam tabel diskripsi.
Langkah ketiga tentukan tekstur tanah
dengan mengambil lagi sedikit tanah pada tiap-tiap horizon agar lembab,
kemudian pijat dengan ibu jaari dan telunjuk untuk menghancurkan bentuk
sekunder, sehingga membentuk bola lembek sambil diperhatikan adanya rasa kasar
atau licin antara jari tersebut. Setelah itudigulung-gulung sambil dilihat
adanya daya tahan terhadap tekanan dan dilihat kelekatan massa tanah sewaktu
ibu jari dan telunjuk ditolakkan. Dari rasa kasar atau licin, gejala piridan
atau gulungan dan kekuatan dapat ditentukan kelas struktur tanah dlapangan.
Kemudian catat dalam tabel diskripsi.
Langkah keempat tentukan struktur tanah
dengan mengambil gumpalan tanah yang sudah dalam keadaan lembab sebesar ± 1
cm2, kemudian dipecah dengan cara menekan dengan ibu jari. Pecahan gumpalan
tanah tersebut merupakan agregat atau gabungan agregat. Dan dari agregat itulah
akan ditentukan bentuk, ukuran dan kemantapannya. Kemudian catat dalam tabel
diskripsi.
Langkah kelima tentukan kadar air dengan
cara melihat keadaan sekitar lahan dan memegang gumpalan tanahnya.
Langkah keenam tentukan konsentrasi
tanah dengan meremas, memijit, atau memirid tanah dengan ibu jari dan telunjuk.
Konsentrasi ditetap dilapangan pada tiga tarap kelembaban : basah, kering dan
lembab. Kemudian catat dalam tabel diskripsi.
Langkah terakhir bersihkan alat dan
bahan setelah digunakan.
3.3.2. Pengambilan sampel dilapangan
Pengambilan sampel di lapangan
menggunakan 2 cara, yaitu menggunakan bor tanah untuk mengetahui penyebaran
tanah ataupun pengambilan sampel kesuburan tanah secara terusik dan menggunakan
ring sample untuk pengambilan sampel secara tidak terusik untuk kepentingan
analisa dilaboratorium. Penggunaan bor tanah pada proses pemboran atau boring
dilakukan dengan cara menancapkan bor
tanah kedalam tanah secara tegak lurus kemudian diputar kedalam tanah searah
jarum jam. Jika mata bor sudah sampai pangkal, kemudian tarik keatas dengan
cara diputar lagi searah jarum jam. Angkat bor yang mata bornya berisi tanah
secara hati-hati kemudian letakkan diatas kertas Koran. Keluarkan tanah secara
hati-hati agar profil horizonnya tidak rusak. Jika ingin mengamati horizon
selanjutnya maka lakukan lagi pemboran dengan cara yang sama, tetapi
kedalamannya ditambah agar horizon selanjutnya bias diamati. Pada saat
penggambilan sampel menggunakan bor, lahan yang akan digunakan untuk pengamatan
sebaiknya dibersihkan dulu.
Sedangkan penggunaan ring sample dengan
diameter 5 cm2 dan tinggi 5 cm dilakukan dengan cara menancapkan
ring ksecara tegak lurus kedalam tanah sampai terbenam dalam tanah. setelah itu
iris tanah disekitar ring untuk memudahkan mengangkat ring dari dalam tanah.
Permukaan atas dan bawah ring yang berisi tanah harus rapi, biasanya tanah
dipermukaan bawah ring yang berlebihan diiris-iris menggunakan pisau agar
horizon tetap terjaga dan tidak lepas dari ring. Pada saat penggambilan sampel
menggunakan ring sample, lahan yang digunakan tidak perlu dibersihkan pada saat
pengamatan.
3.3.3. Identifikasi bahan organik dalam tanah
Pengamatan Identifikasi bahan organik
dalam tanah pada praktikum menggunakan H2O2 (Peroksida)
dengan cara dituangkan ketanah sebanyak 10%. Jika tanah yang diberi H2O2
langsung menggeluarkan busa atau buih-buih maka pada tanah tersebut terdapat
bahan organik. Buih-buih yang banyak maka menandakan banyaknya bahan organic
yang ada dalam tanah, sebaliknya buih-buih yang sedikit menandakan sedikitnya
bahan organik yang ada dalam tanah.
3.3.4. Identifikasi
kelerengan lahan
Pengamatan identifikasi kelerengan lahan
pada praktikum menggunakan alat Abney Level dengan cara alat diangkat dan
dijepit menggunakan ibu jari kanan, kemudian amati kelerengan dengan cara
mengukur lahan melalui lubang lensa sambil memutar jarak kemiringan yang ada
disebelah kanan alat hingga gelombang air pada lensa naik tepat ditengah lensa.
Ukuran jarak kemiringan itulah yang menandakan kelerengan suatu lahan.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
P
: ̶
|
K
: ̶
|
B
: ̶
|
Ordo
: Ultisel
|
Lokasi
Kecamatan : Banjarbaru Selatan
|
|||
Jenis
Tanah : Pod Solik Merah Kuning
|
Desa
:
|
||||||
Macam
Tanah : -
|
Tanggal
: 4 Juli 2010
|
||||||
KEADAAN LINGKUNGAN
|
|||||||
Vegetasi
: Pohon, Rerumputan, dsb.
|
Bahan
Induk : Batuan Liat
|
Fisiolografi
: Datar
|
|||||
Air
Tanah : -
|
Erosi
: Sedang
|
Reaksi
Tanah : -
|
|||||
Drainase
: Baik
|
Lereng
: 14 %
|
Varietas
yang digunakan : -
|
|||||
Produktifitas
: -
|
Keragaman
Pertanian Unlam : -
|
||||||
DESKRIPSI LAPANGAN
|
|||||||
No
|
Horizon
|
Kedalaman (cm)
|
Warna (Hue, Value/Chroma)
|
Tekstur
|
Struktur
|
Konsentrasi
|
Kadar Air
|
1
|
O
|
4 cm
|
7,5 YR 4/3
|
Pasir
|
Berbutir
|
Lembab Gembur
|
Lembab
|
2
|
A
|
4cm-13 cm
|
10 YR 3/3
|
Pasir
|
Berbutir
|
Lembab Gembur
|
Lembab
|
3
|
AB
|
13-29 cm
|
10 YR 4/4
|
Pasir
|
Berbutir
|
Lembab Gembur
|
Lembab
|
4
|
B
|
≥ 29 cm
|
10 YR 4/6
|
Pasir
|
Berbutir
|
Lembab Gembur
|
Lembab
|
Ph Tanah
|
4.2.
Pembahasan
4.2.1. Penggambilan
sampel
Dari hasil Penggambilan sampel
menggunakan bor tanah maupun ring sample dapat diketahui bahwa teknik
pengambilan sampel ini dapat dilanjutkan dengan kegiatan pembuatan profil tanah
untuk mewakili ciri dan sifat fisik tanah yang sama pada areal pemboran dengan
maksud untuk mendapatkan data-data yang lebih tepat dan kaurat.
4.2.2. Identifikasi
profil dan morfologi tanah
Dari hasil tabel pengamatan dapat
diketahui bahwa tanah memiliki uraian tubuh mengenai kenampakan, ciri-ciri atau
sifat umum yang diperlihatkan suatu profil tanah, bebas dari pengaruh
subyektif, lengkap dan jelas. Dilihat dari deskripsi lapangan, uraian tubuh
tanah meliputi Horizon, Kedalaman, Warna, Tekstur, Struktur, Konsentrasi, dan
Kadar Air.
a.
Horizon tanah adalah
lapisan tanah yang hamper sejajar dengan permukaan tanah, terbentuk karena
proses pembentukan tanah. Pada garis besarnya horizon dibedakan atas hrizon
torganik (O) dan horizon mineral (A, B, C, dan R). symbol-simbol pada setiap
horizon digunakan untuk horizon genetis utama.
b.
Kedalaman (cm) tanah adalah jarak antara
permukaan atas tanah dan permukaan bawah tanah yang diamati.
c.
Warna tanah adalah
gambaran yang dapat dilihat oleh mata pada sifat tanah. Warna tanah ditentukan
dengan menggunakan buku munshell soil colour chat yang didalamnya telah disusun
warna standart oleh 3 variabel, yaitu hue, value dan chroma.
d.
Tekstur tanah adalah
perbandingan praksi pasir, liat dan debu dalam massa tanah. Tekstur adalah
sifat tanah yang permanen. Tidak dapat ditetapkan di lapangan maupun di
laboratorium. Tekstur tanah biasanya ditetapkan dalam segitiga tekstur tanah.
Gambar 2. Segitiga Tekstur
e.
Struktur tanah adalah
susunan butir tanah yang secara alami menjadi agregat kemudian menjadi bentuk
tertentu dan dibatasi oleh bidang. struktur meliputi bentuk dan susunan agregat
(tipe struktur), ukuran agregat (kelas struktur), dan kemantapan agregat (tahap
perkembangan). Struktur tanah dari segi bentuk meliputi prisma, tiang, blok
menyudut, block sub angular, granular dan remah. Sedangkan dari segi
perkembangan meliputi tanpa struktur, massive no koheren, lepas / butir tunggal,
lemah, sedang dan kuat.
f.
Konsentrasi tanah
adalah derajat kohesi dan adhesi diantara partikel-partikel tanah dan ketahanan
resestensi massa tanah terhadap perubahan bentuk oleh tekanan dan beberapa
kekuatan yang terpengaruhi bentukan tanah. Konsentrasi tanah meliputi Basah,
kelekatan, lembab, kering dan plasisitas.
g.
Kadar air adalah
konsentrasi atau jumlah air yang terdapat di tanah.
Dari hasil praktikum didapatkan 4
deskripsi lapangan, yaitu :
1.
Tanah Horizon O dengan
kedalaman 4 cm di bawah permukaan tanah memiliki warna Brown (7,5 YR 4/3),
bertekstur pasir dan berstruktur Granular dengan konsentrasi tanah Lembab
gembur dan kadar airnya lembab
2.
Tanah Horizon A dengan
kedalaman 4-13 cm di bawah permukaan tanah memiliki warna Dark brown (10 YR
3/3), bertekstur pasir dan berstruktur Granular dengan konsentrasi tanah Lembab
gembur dan kadar airnya lembab
3.
Tanah Horizon AB dengan
kedalaman 13-29 cm di bawah permukaan tanah memiliki warna Brown (10 YR 4/4),
bertekstur pasir dan berstruktur Granular dengan konsentrasi tanah Lembab
gembur dan kadar airnya lembab
4.
Tanah Horizon B dengan
kedalaman ≥ 29 cm di bawah permukaan tanah memiliki warna Brown (10 YR 4/6),
bertekstur pasir dan berstruktur Granular dengan konsentrasi tanah Lembab
gembur dan kadar airnya lembab.
BAB
V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Kesimpulan yang
didapat dari hasil praktikum adalah sebagai berikut :
1. tanah adalah benda alam berbentuk 3
dimensi yang terdiri dari mineral, bahan organik, udara dan air.
2. morfologi tanah adalah suatu uraian
tubuh tanah mengenai kenampakan, ciri-ciri atau sifat umum yang diperlihatkan
suatu profil tanah.
3. teknik pengambilan sampel terdiri
dari 2 cara, yaitu boring dan ring sample.
5.2.
Saran
Saran yang
diajukan dari hasil praktikum adalah sebagai berikut :
1. Praktikum sebaiknya dilakukan dimusim
kering, sehingga lebih bisa menyesuaikan keadaan tanah yang aslinya.
2. penggunaan H2O2
sebaiknya langsung dipraktekkan dilahan untuk budidaya UNLAM, sehingga bisa
mengetahui apakah lahan tersebut masih banyak mengandung bahan organik atau
tidak. Selain itu agar dapat diketahui lahan tersebut masih layak untuk
digunakan atau tidak.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim,
2010. Mineral tanah. http://www.acehblogger.org.
Diakses pada hari Senin/5 Juli 2010
Anonim,
2010. Serba serbi tanah. http://www.kebonkembang.com. Diakses pada hari Senin/5 Juli 2010
Devlin,
R.M and K.H.Withan.1983.Plant Phisiology.Williard grant press:Boston.
Sam
Arianto, 2008, Profil Tanah, http://sobatbaru.blogspot.com/, diakses pada hari Senin/5 Juli 2010
Solaita,
R. K. M. ,1995, Manfaat Mikoriza , Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.