PENDAHULUAN
Sebagian
besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air.
Sisanya terdiri dari unsur- unsur mineral. Unsur mineral juga di kenal sebagai
zat organik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik
terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Meskipun
banyak dari elemen-elemen mineral telah jelas diketahui fungsinya pada makanan
ternak, belum banyak penelitian sejenis dilakuakan pada manusia. Karena itu
peranan berbagai unsur mineral bagi manusia masih belum sepenuhnya diketahui
(Winarno,1997).
Abu
adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu
dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu
ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu
bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu :
1.
Garam-garam organik, misalnya garam dari
as. malat, oxalate, asetat., pektat dan lain-lain.
2.
Garam-garam anorganik, misalnya phospat,
carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali (Anonim, 2010).
Selain
kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat terbentuk sebagai senyawa
yang kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya
dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit. Oleh karenanya biasanya dilakukan
dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal dengan
pengabuan. Komponen mineral dalam suatu bahan sangat bervariasi baik macam
maupun jumlahnya.
Penentuan
kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1.
Pengabuan cara Langsung (Cara Kering)
Prinsip
dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organic pada
suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600oC dan kemudian melakukan penimbangan zat
yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji, 1996).
Beberapa
kelebihan dari cara langsung, antara lain :
a.
Digunakan untuk penentuan kadar abu
total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuk sample
yang relative banyak,
b.
Digunakan untuk menganalisa abu yang
larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam.
c.
Tanpa menggunakan regensia sehingga
biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang
berbahaya.
Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain
:
a.
Membutuhkan waktu yang lebih lama.
b.
Tanpa penambahan regensia.
c.
Memerlukan suhu yang relatif tinggi.
d.
Adanya kemungkinan kehilangan air karena
pemakaian suhu tinggi (Apriantono, 1989).
2. Pengabuan
cara Tidak Langsung (Cara Basah)
Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu
memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan.
Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alcohol ataupun pasir bebas
anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tunggi. Pemanasan
mengakibatkan gliserol alcohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya
porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada
pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen
semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses penggabuan
(Sudarmadji, 1996).
Kelebihan dari cara tidak langsung, antara lain :
a. Waktu
yang diperlukan relatif singkat.
b. Suhu
yang digunakan relatif rendah.
c. Resiko
kehilangan air akibat suhu yang digunakan relative rendah.
d. Dengan
penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan.
e.
Penetuan kadar abu lebih baik.
Sedangkan kelemahan yang terdapat
pada cara tidak langsung, antara lain :
a. Hanya
dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun.
b. Memerlukan
regensia yang kadangkala berbahaya.
c.
Memerlukan koreksi terhadap regensia
yang digunakan (Apriantono, 1989).
Tujuan dari praktikum ini adalah
untuk mengetahui kadar abu yang terdapat dalam tanaman.
BAHAN
DAN METODE
Alat
dan Bahan
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai
berikut :
1. Buah dan daun mahkota dewa.
Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
sebagai berikut :
1. Timbangan
2.
Cawan
porselen
3.
Tanur
4.
Desikator
5.
Pisau
6.
Oven
Waktu
dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 13 November 2010 pukul 11.50 - 15.00 .
Bertempat di laboratorium kimia analisis
II Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
Metode
Kerja
1. Mencuci
cawan porselen dan ditimbang sampel 5 gr dalam cawan porselen.
2. Dimasukkan
kedalam tanur dengan suhu awal 200o C, setelah 20 menit kemudian
dinaikkan suhu menjadi 300o C, 20 menit kemudian dinaikkan lagi
suhunya menjadi 450o C, dan setelah 20 menit kemudian dinaikkan lagi
suhu menjadi 600o C.
3. Kemudian
ditunggu sampai menjadi abu.
4. Lalu
masukkan cawan porselin yang berisi sampel ke dalam desikator .
5. Cawan
porselin yang berisi sampel ditimbang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan
(Sampel Buah Mahkota Dewa)
Cawan
No.
|
Berat
Sampel (gr)
|
Berat Sampel
+
Cawan
(gr)
|
Berat
Awal (gr)
|
Berat
Akhir (gr)
|
Kadar
Abu (%)
|
9
|
12,1249
|
12,8327
|
0,7078
|
0,0315
|
4,45
|
10
|
11,9718
|
12,6682
|
0,7282
|
0,0318
|
4,37
|
Perhitungan :



Kadar abu = 4,45
%



Kadar abu
= 4,37 %
Pembahasan
Mineral diperlukan oleh tanaman
terutama dalam transpor. Misalkan suatu zat mineral berupa larutan hinggap pada
salah satu daun, maka dalam hitungan detik, zat tersebut diserap oleh ektodesm
yang ada pada permukaan daun. Dan tidak lama kemudian zat tersebut dialirkan ke
bagian-bagian tanaman. Kejadian ini berkaitan erat dengan adanya proses
fotosintesis di daun. Ketersediaan unsur-unsur hara (mineral) makro dan mikro
tersebut sangat penting karena setiap zat mempunyai kegunaan yang berbeda-beda.
Hal itu pula yang mengakibatkan kebutuhan tanaman untuk setiap zat berbeda-beda
jumlahnya. Seperti kita tahu, tanaman memerlukan banyak unsur Nitrogen,
Phosphor dan Kalium dalam jumlah banyak, sedangkan mineral lain diperlukan
lebih sedikit.
Pengukuran kadar abu bertujuan
untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam bubuk buah
mahkota dewa. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang
terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang
dihasilkan (Wirna, 2005).
Kadar abu dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut
:

Pada
praktikum analisis kadar abu tanaman, organ tanaman yang dijadikan sebagai
sampel adalah buah mahkota dewa yang pada sebelumnya sudah dilakukan sebagai
sampel analisis kadar air. Setelah itu diambil sebanyak 5 gr dan diimasukkan
kedalam tanur denagn pemanasan secara bertahap, sebelum dilakukan pengebuan
terlebih dahulu buah mahkota dewa dikeringkan dengan menggunakan oven kemudian
dimasukkan kedalam tanur dengan suhu awal 200o C, setelah 20 menit
kemudian dinaikkan suhu menjadi 300o C, 20 menit kemudian dinaikkan
lagi suhunya menjadi 450o C, dan setelah 20 menit kemudian dinaikkan
lagi suhu menjadi 600o C. Penentuan kadar abu adalah dengan
mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500 –
6000o C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran tersebut.
Dari hasil yang diperoleh, mahkota
dewa memiliki kadar abu yang sedikit. Pada cawan nomor 9 = 4,45 % dan pada
cawan nomor 10 = 4,37 %. Karena waktu pemijaran yang dilakukan tidak sempurna, maka
niilai kadar abu yang diperoleh belum tentu sesuai dengan hasil yang
sebenarnya. Ini ditunjukkan oleh warna sampel yang terbentuk hanya sebagian
kecil yang berwarna abu-abu. Selain itu pengeringan dengan suhu tinggi sejak awal proses
pengeringan dapat mengakibatkan penurunan mutu buah mahkota dewa. Hal ini disebabkan karena penguapan air dan kandungan zat-zat dalam buah
mahkota dewa terjadi secara
mendadak, yang mengakibatkan perubahan bentuk buah mahkota
dewa seperti
pengkerutan dan pengerasan kulit.
Pada setiap tumbuhan memiliki kadar
abu , tapi apabila tumbuhan tersebut masih dalam keadaan hidup maka kadar
abunya sangat sedikit . Apabila tumbuhan yang sudah mati maka kadar abunya akan
meningkat menjadi banyak.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Abu
adalah zat organik dari sisa pembakaran bahan organik
2. Proses
untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan
3. Kadar
abu dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut :

4. Proses
pengabuan digunakan dengan menggunakan tanur yang memijar sampel pada suhu
mencapai 600o C
5. Dari
hasil yang diperoleh, mahkota dewa memiliki kadar abu yang sedikit. Pada cawan
nomor 9 = 4,45 % dan pada cawan nomor 10 = 4,37 %
6. Tumbuhan
yang masih dalam keadaan hidup maka kadar abunya sangat sedikit tumbuhan dan
yang sudah mati maka kadar abunya akan meningkat menjadi banyak
Saran
Sebaiknya waktu pemijaran dilakukan
secara sempurna, agar niilai kadar abu yang diperoleh sesuai dengan hasil yang
sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Buku Petunjuk
Praktikum Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Jember: FTP UNEJ.
Fauzi, M. 2006. Analisa Pangan
dan Hasil Pertanian. Handout.Jember: FTP UNEJ.
Sudarmadji, dkk. 1996. Analisa
Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Apriantono, A. dan D. Fardiaz
1989. Analisa Pangan. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen
Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB.