Boring Profil Tanah


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1.1.1.      Pengertian Tanah Secara Umum
Tanah dalalah benda alam berbentuk tiga dimensi yang terdiri dari mineral, bahan organik, udara dan air. Meliputi permukaan bumi, dibedakan dalam horizon-horizon yang berlainan dari bawahnya dalam sifat fisik, kimia dan biologi (Modul Praktikum).
Definisi tanah secara mendasar dikelompokkan dalam tiga definisi, yaitu:
1.      Berdasarkan pandangan ahli geologi
2.      Berdasarkan pandangan ahli ilmu alam murni
3.      Berdasarkan pandangan ilmu pertanian.
Menurut ahli geologi (berdasarkan pendekatan Geologis)
Tanah didefiniskan sebagai lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit (lapisan partikel halus).

Menurut Ahli Ilmu Alam Murni (berdasarkan pendekatan Pedologi) Tanah didefinisikan sebagai bahan padat (baik berupa mineral maupun organik) yang terletak dipermukaan bumi, yang telah dan sedang serta terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor: bahan induk, iklim, organisme, topografi, dan waktu.
Menurut Ahli Pertanian (berdasarkan pendekatan Edaphologi) Tanah didefinisikan sebagai media tempat tumbuh tanaman.
Selain ketiga definisi diatas, definisi tanah yang lebih rinci diungkapkan ahli ilmu tanah, Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh & berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara. Baik secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl) dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan, industri perkebunan, maupun kehutanan.
Tanah sangat penting untuk mempertahankan kehidupan dan sangat penting dalam lingkungan lahan basah. Tanah dapat dibentuk melalui berbagai proses yang disebut faktor pembentuk tanah. Ini termasuk bantuan atau topografi tanah, organisme hadir dalam lingkungan, iklim di mana tanah dibentuk, bahan induk atau mineral asli yang menimbulkan tanah, dan waktu bahwa semua proses ini telah terjadi. Air dapat disimpan seluruh profil tanah lahan basah, dan mereka juga dapat bertindak sebagai filter raksasa untuk membuang kelebihan nutrisi dan mengotori. Setiap tanah akan terlihat sedikit berbeda, tergantung di mana ditemukan dalam kaitannya dengan sumber air.  Kedalaman air ke meja dapat ditentukan dari mana warna abu-abu ditemukan dalam profil tanah. Yang ini lebih tinggi warna ditemukan, semakin tinggi permukaan air telah meningkat. Tekstur dan struktur tanah dipengaruhi oleh muka air, dan faktor fisik lainnya.
1.1.2.      Klasifikasi lahan di Kalimantan Selatan
Contohnya Wilayah Kota Banjarbaru, daerah ini berada pada ketinggian 0–500 m dari permukaan laut, dengan ketinggian 0–7 m (33,49 %), 7-25 m (48,46 %), 25-100 m (15,15 %), 100-250 m (2,55 %) dan 250-500 m (0,35 m). Adapun kondisi fisik tanah yang dapat dipergunakan untuk menggambarkan kondisi efektif per-tumbuhan tanaman adalah kelerengan, kedalaman efektif tanah, drainase, keadaan erosi tanah, dapat dijelaskan sebagai berikut :
·      Klasifikasi Kelerengan Kota Banjarbaru adalah kelerengan 0-2 % mencakup 59,35 persen luas wilayah, kelerengan 2-8 % mencakup 25,78 persen wilayah, kelerengan 8-15% mencakup 12,08 persen wilayah.
·      Klasifikasi Kedalaman efektif tanah terbagi dalam empat kelas yaitu kedalaman <> 90 cm. Kota Banjarbaru secara umum mem punyai kedalaman efektif lebih 90 cm dimana jenis-jenis tanaman tahunan akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
·      Drainase di Kota Banjarbaru tergolong baik, secara umum tidak terjadi penggenangan. Namun ada daerah yang tergenang periodik yaitu tergenang kurang dari 6 (enam) bulan, terdapat di Kecamatan Landasan Ulin yang merupakan peralihan daerah rawa (persawahan) di Kecamatan Gambut dan Aluh-Aluh.
Berdasarkan Peta Kemampuan Tanah Skala 1 : 25.000, erosi tidak terjadi di wilayah Kota Banjarbaru. Berdasarkan Peta Geologi tahun 1970, batuan di Kota Banjarbaru terdiri dari Alluvium (Qha) 48,44 persen, Martapura (Qpm) 37,71 persen, Binuang (Tob) 3,64 persen, Formasi Kerawaian (Kak) 2,26 persen, Formasi Pitap (Keputusan Presiden) 3,47 %. Jenis tanah terbentuk dari faktor-faktor pembentuk tanah antara lain : batuan induk, iklim, topografi, vegetasi dan waktu. Tiap jenis tanah mempunyai karakteristik tertentu yang membedakan antara satu dengan yang lainnya. Karakteristik tanah tersebut misalnya berkaitan tingkat kepekaan nya terhadap erosi, kesuburan tanah, tekstur tanah dan konsistensi tanah.
Berdasarkan peta skala 1 : 50.000 yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1974, di wilayah Kota Banjarbaru terdapat 3 (tiga) kelompok jenis tanah yaitu Podsolik (63,82%), Lathosol (6,36%) dan Organosol (29,82%).


1.1.3.      Permasalahan tanah yang ada di Kalimantan selatan.
Bagian selatan dari propinsi Kalimantan Selatan umumnya berupa tanah rawa lunak dan mengandung Gambut, ini sering terlihat antara lain dari warna air genangan di rawa-rawa tersebut yang berwarna coklat kehitaman (walaupun tak harus selalu begitu), makanya rumah-rumah di Banjarmasin itu dibangun diatas kayu galam, sebagai tiang pancang rumah panggung tersebut.
Pasir yang dijumpai di bukit-bukit di Kalimantan biasanya warnanya kuning keputih-putihan atau kuning kemerahan (sama di Banjarmasin sampai Balikpapan, sampai ke pulau Tarakan), beda dengan pasir di pulau Jawa (Galunggung atau Jawa tengah) yang kehitaman. Sementara tanah asli di bukit tambang batubara yang telah di kupas tadi berwarna kuning kemerahan dan sangat mudah tererosi oleh air hujan sehingga akan menimbulkan masalah sedimentasi serius maupun biaya pemeliharaannya kalau tak dilapis dengan satu lapis kerikil. Batu kerikil boleh dibilang sangat sedikit dijumpai, pada umumnya batu kerikil unt. jalan/beton didatangkan dari Banten (Jawa) untuk konsumsi Kalimantan Tengah dan sebagian Kalimantan Barat, sementara untuk Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, umumnya batu didatangkan dari pulau Sulawesi, pakai tongkang-tongkang. Itulah sebabnya harga satuan konstruksi jalan  di Kalimantan jauh lebih mahal dari di pulau jawa. Sebenarnya kalau di cari-cari gunung batu itu ada tapi memang tak banyak, dan letaknya masih di tengah hutan di bukit-bukit, kalau pas cuaca cerah saat terbang dari Balikpapan ke Surabaya, dari jendela sisi kanan sebelum sampai di atas Banjarmasin, tampak beberapa gunung batu di bukit Meratus. Dari Banjarmasin, setelah sampai Banjarbaru, jalan Trans Kalimantan berarah ke utara, jalan ini adalah batas faktual antara tanah kering/keras di sisi timurnya dan tanah rawa lunak di sisi baratnya, demikian seterusnya sampai jalan ini mendekati batas Kalimantan Timur di Tanjung, sebelum masuk ke Tanah Grogot (Pasir). Test tanah dasar di kedua sisi jalan ini akan menunjukkan hasil yang sangat berbeda, di sisi timur, pada kedalaman sampai 2 meter saja sudah dijumpai lapisan keras yang layak untuk pondasi badan jalan, sementara di sisi barat, sampai ke dalaman 29 - 32 m baru dijumpai lapisan tanah keras, dan sepanjang 29 meter tadi dapat dikatakan hampir tak ada perlawanan / kekuatan tanah sama sekali, lunak, seperti menusuk agar-agar.
Hal ini sesuai dengan sifat batubara di Indonesia yang
biasanya dijumpai atau ditambang dengan cara "Open Mining" di lapisan dangkal (berbeda dengan batubara di Eropa yang umumnya dijumpai di lapisan dalam). Jadi semua tambang-tambang batubara tadi biasanya dijumpai di bukit-bukit di sisi timur jalan raya Trans Kalimantan yg memanjang dengan Arah utara-selatan dari kabupaten Hulu Sungai Utara sampai ke kabupaten Banjarbaru. Yang menjadi masalah buat para penambang tadi ialah bagaimana membawa batubara hasil tambang ke sungai-sungai atau ke laut.
Cara mengeluarkan/mengirim hasil tambang ini umumnya dengan memakai Truk (baik truk biasa / tronton maupun truk khusus Off-Road untuk operasi tambang), Cuma masalahnya ialah setelah keluar dari daerah operasional tambang yang kering berbukit-bukit tadi, truk berat angkutan batubara tadi akan menjumpai tanah lunak kalau mau ke arah barat, ke sungai Barito. Kalau mau ditarik jarak lurus dari jalan Trans tadi ke arah barat melewati rawa Gambut, ke sungai Barito, rata-rata jarak nya cuma 40 km, tapi seluruhnya melewati rawa gambut, jadi biayanya menjadi sangat tinggi per km jaraknya, karena harus diakali dengan berbagai cara dari pakai tiang galam / cerucuk atau pakai geotextile.
Sementara kalau memakai jalan Trans tadi ke Banjarmasin, untuk ke pelabuhan di sungai Barito, jaraknya bisa sekitar 100 km dan bercampur dengan lalulintas umum, jadi truknya juga harus truk biasa untuk jalan raya, dan inipun menimbulkan masalah dengan penduduk, dari masalah resiko / probabilitas kecelakaan, bising, debu, yang lebih serius (dan pasti terjadi) ialah jalan jadi rusak karena memang tidak di desain untuk lalulintas truk batubara tadi.
Pelajaran yang bisa ditarik dari situasi di Kalimantan
Selatan ini ialah bagian yang di rawa-rawa gambut memang faktual sangat lunak dan tak akan mampu mendukung beban tanpa diakali dengan berbagai cara teknis yang memerlukan biaya yang mahal sampai sangat mahal, tapi bagian yang di bukit-bukit yang kering tadi juga (faktual) dapat mendukung dengan mudah / murah beban berat dari truk dengan muatan batubara tadi Situasi tanah dasar yang seperti KalSel ini juga banyak dijumpai di Kalimantan Timur, bahkan kelihatannya lebih banyak lagi daerah yang berbukit di Kaltim yang dapat dengan telah dengan mudah / murah dibangun jalan raya diatasnya untuk angkutan berat (kayu HPH atau batubara).
1.2.            Tujuan
  1. Mendiskripsikan profil tanah dan morfologi tanah

Tanah begitu berarti bagi manusia sebagai sumber penghidupan manusia sehingga munculah istilah Soil Science atau ilmu tanah yaitu ilmu yang berhubungan dengan tanah sebagai sumber penghidupan pada permukaan bumi yang mencakup pembentukan tanah serta klasifikasi dan pemetaan berdasarkan sifat-sifat fisika, kimia hayati dan kesuburan tanah dimana sifat-sifat ini berkaitan dengan pengolahan bagi produksi tanaman.
Gambar 1. Profil Tanah
Pengenalan tanah di lapangan dilakukan dengan mengamati menjelaskan sifat-sifat profil tanah. Profil tanah adalah urutan-urutan horison tanah, yakni lapisan-lapisan tanah yang dianggap sejajar permukaan bumi. Profil tanah dipelajari menggali tanah dengan dinding lubang vertikal kelapisan yang lebih bawah.
Profil tanah merupakan suatu irisan melintang pada tubuh tanah, dibuat dengan cara membuat lubang dengan ukuran panjang dan lebar serta kedalaman tertentu sesuai dengan keadaan tanah dan keperluan penelitian. Tanah merupakan tubuh alam yang terbentuk dan berkembang akibat terkena gaya-gaya alam (natural forces) terhadap proses pembentukan mineral. Pembentukan dan pelapukan bahan-bahan organik pertukaran ion-ion, pergerakan dan pencucian bahan-bahan koloid (Buckman, 1982).
  1. Mempelajari cara penggambilan sampel tanah
Cara penggambilan sampel tanah meliputi boring dan ring sampel, menggunakan bor tanah untuk mengetahui penyebaran tanah ataupun pengambilan sampel kesuburan tanah secara terusik dan menggunakan ring sample untuk pengambilan sampel secara tidak terusik untuk kepentingan analisa dilaboratorium.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lahan kering di Kalimantan Selatan
Kalimantan adalah nama bagian wilayah Indonesia di Pulau Borneo  Besar, yaitu pulau terbesar ketiga di dunia setelah Greenland dan Seluruh Pulau  Irian. Kalimantan meliputi 73 % massa daratan Borneo. Terdapat empat propinsi di Kalimantan, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, KalimantanSelatan dan Kalimantan Timur, luas seluruhnya mencapai 549.032 km2. Luasan ini merupakan 28 % seluruh daratan Indonesia. Kalimantan Timur  negara bagian Malaysia yaitu Serawak dan Sabah, dan Kesultanan Brunei Darusallam.Batasan wilayah secara politik yang ada sekarang ini mencerminkan kepentingan penjajah masa lampau.
Secara geografis pulau Kalimantan (Indonesia), terletak diantara 4024` LU- 40 10` LS dan anatara 1080 30` BT -1190 00` BT dengan luas wilayah  sekitar535.834 km2. Berbatasan langsung dengan negara Malaysia (Sabah dan  Serawak) di sebelah utara yang panjang perbatasannya mencapai 3000 km mulai  dari proinsi Kalimantan Barat sampai dengan Kalimantan Timur.
Pulau Kalimantan sebagaian besar merupakan daerah pegunungan / perbukitan (39,69 %), daratan (35,08 %), dan sisanya dataran pantai/ pasang surut (11,73 %) dataran aluvial (12,47 %), dan lain lain (0,93 %).Pada umumnya topografi bagian tengah dan utara (wilayah republik Indonesia/RI) adalah daerah pegunungan tinggi dengan kelerengan yang terjal dan merupakan kawasan hutan dan hutan lindung yang harus dipertahankan agar dapat berperan  sebagai fungsi cadangan air dimasa yang akan datang. Pegunungan utama sebagai kesatuan ekologis tersebut adalah Pegunungan Muller, Schwaner, Pegunungan Iban dan Kapuas Hulu serta dibagian selatan Pegunungan Meratus. Para Ahli agronomi sepakat bahwa tanah-tanah di Kalimantan adalah tanah yang sangat miskin, sangat rentan dan sangat sukar dikembangkan untuk pertanian. Lahan daratan memerlukan konservasi yang sangat luas karena terdiri dari lahan rawa gambut, lahan bertanah asam, berpasir, dan lahan yang memiliki kelerengan curam. Kalimantan dapat dikembangkan, tetapi hanya dalam batas-batas ekologis yang agak ketat dan dengan kewaspadaan tinggi.
Sejumlah sungai besar merupakan urat nadi transportasi utama yang menjalarkan kegiatan perdagangan hasil sumber daya alam dan olahan antar wilayah dan eksport-import. Sungai-sungai di Kalimantan ini cukup panjang dan yang terpanjang adalah sungai Kapuas (1.143 km) di Kalbar dan dapat menjelajah 65 % wilayah Kalimantan Barat.
Potensi pertambangan banyak terdapat di pegunungan dan perbukitan di bagaian tengah dan hulu sungai. Deposit pertambangan yang cukup potensial adalah emas, mangan, bauksit, pasir kwarsa, fosfat, mika dan batubara. Tambang minyak dan gas alam cair terdapat di dataran rendah, pantai, dan lepas pantai.
Kegiatan perkebunan pada umumnya berada pada wilayah di perbukitan dataran rendah. Perkebunan yang potensi dan berkembang seperti sawit, kelapa, karet, tebu dan perkebunan tanaman pangan. Usaha perkebunan ini sudah mulai berkembang banyak dan banyak investor mulai datang dari negara jiran, karena keterbatasan lahan di negara jiran tersebut. Untuk terus dikembangkan secara ekonomis dengan memanfaatkan lahan yang sesuai. Namun sekarang ini pengembangan perkebunan juga mengancam kawasan perbukitan dataran tinggi, namun diduga areal yang sebenarnya kurang cocok untuk perkebunan hanya sebagai dalih untuk melakukan eksploitasi kayu.
2.2. Permasalahan tanah podsolik dan penanggulangannya
Kondisi iklim di Indonesia seperti curah hujan dan suhu yang tinggi, khususnya Indonesia bagian barat, menyebabkan tanah-tanah di Indonesia didominasi oleh tanah berpelapukan lanjut seperti Ultisol dan Oxisols. Tanah-tanah ini secara alamiah tergolong tanah marginal dan rapuh serta mudah terdegradasi menjadi lahan kritis. Namun, degradasi lahan lebih banyak disebabkan karena adanya pengaruh intervensi manusia dengan pengelolaan yang tidak mempertimbangkan kemampuan dan kesesuain lahan.
Kemampuan tanah untuk mendukung kegiatan usaha pertanian atau pemanfaatan tertentu bervariasi menurut jenis tanah, tanaman dan faktor lingkungan. Oleh karenanya pemanfaatan tanah ini harus hati-hati dan disesuaikan dengan kemampuannya, agar tanah dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Data dari Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan tahun 1993 dalam Zaini et al (1996) menunjukkan bahwa di Indonesia saat ini terdapat sekitar 7,5 juta ha lahan yang tergolong potensial kritis, 6,0 juta ha semi kritis dan 4,9 juta ha tergolong kritis. Data ini merupakan indikasi bahwa tingkat pengelolaan lahan di Indonesia tergolong buruk.
Usaha pertanian yang dilakukan pada lahan-lahan marginal semacam ini akan banyak menghadapi kendala biofisik berupa sifat fisik yang tidak baik, kahat hara, keracunan unsur, hama dan penyakit dan sebagainya. Ketidak tersediaan unsur hara bukan hanya disebabkan karena tanahnya yang miskin, tapi juga bisa terjadi karena erosi dan fiksasi hara yang tinggi sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Penyebab lahan kritis karena erosi sangat umum dijumpai. Erosi cendrung mengangkut lapisan tanah yang relatif subur dan meninggalkan lapisan tanah bawah yang miskin.
Mengingat begitu luasnya lahan kritis serta laju degradasi lahan yang semakin tinggi, maka usaha-usaha untuk restorasi dan menekan laju lahan kritis sudah menjadi kebutuhan yang mendesak. Usaha konservasi tanah dan air secara fisik, kimia dan biologi sudah banyak dilakukan, namun hasil yang diperoleh belum optimal. Oleh karenanya upaya lain harus diusahakan sebagai pelengkap dari usaha-usaha yang telah dilakukan. Salah satu diantaranya adalah pemanfaatan mikoriza yang diyakini mampu memperbaiki kondisi tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Mikoriza adalah suatu bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan tingkat tinggi dan miselium cendawan tertentu. Nama mikoriza pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan Jerman Frank pada tanggal 17 April 1885. Tanggal ini kemudian disepakati oleh para pakar sebagai titik awal sejarah mikoriza. Nuhamara (1993) mengatakan bahwa mikoriza adalah suatu struktur yang khas yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara suatu autobion/tumbuhan tertentu dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Struktur yang terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum yang sangat luas, baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun penyebaranya. Mikorisa tersebar dari artictundra sampai ke daerah tropis dan dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan yang melibatkan 80% jenis tumbuhan yang ada.
Berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar (tipe) yaitu ektomikoriza dan endomikoriza (Rao, 1994). Namun ada juga yang membedakan menjadi 3 kelompok dengan menambah jenis ketiga yaitu peralihan dari 2 bentuk tersebut yang disebut ektendomikoriza. Pola asosiasi antara cendawan dengan akar tanaman inang menyebabkan terjadinya perbedaan morfologi akar antara ektomikoriza dengan endomikoriza. Pada ektomikoriza, jaringan hipa cendawan tidak sampai masuk kedalam sel tapi berkembang diantara sel kortek akar membentuk "hartig net dan mantel dipermukaan akar. Sedangkan endomikoriza, jaringan hipa cendawan masuk kedalam sel kortek akar dan membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesicle dan sistem percabangan hipa yang disebut arbuscule, sehingga endomikoriza disebut juga vesicular-arbuscular micorrhizae (VAM)
Praktek pertanian seperti pengolahan tanah, cropping sistem, ameliorasi dengan bahan organik, pemupukan dan penggunaan pestisida sangat berpengaruh terhadap keberadaan mikoriza (Zarate dan Cruz, 1995). Pengolahan tanah yang intensif akan merusak jaringan hipa ekternal cendawan mikoriza. Penelitian McGonigle and Miller (1993), menunjukkan bahwa pengolahan tanah minimum akan meningkatkan populasi mikoriza dibanding pengolahan tanah konvensional. Usahatani tumpangsari jagung-kedelai juga diketahui meningkatkan perkembangbiakan cendawan VAM. Ameliorasi tanah dengan bahan organik sisa tanaman atau pupuk hijau merangsang perkembangbiakan cendawan VAM. Dalam budidaya tradisional, pengolahan tanah berulang-ulang dan panen menyebabkan erosi hara dan bahan organik dari lahan tersebut dan ini berpengaruh terhadap populasi AM. Dalam pertanian modern yang menggunakan pupuk dan pestisida berlebihan (Rao, 1994) serta terjadinya kompaksi tanah oleh alsintan (McGonigle dan Miller, 1993) berpengaruh negatif terhadap pembentukan mikoriza. Konsekuensinya adalah produktivitas sistem pertanian akan sangat tergantung pada pupuk buatan dan pestisida.
Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis). Karenanya inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai 'biofertilization", baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Killham, 1994). Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Nuhamara (1994) mengatakan bahwa sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu :
1.      Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah
2.      Mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar.
3.      Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim
4.      Meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin.
5.      Menjamin terselenggaranya proses biogeokemis.
Namun demikian, respon tanaman tidak hanya ditentukan oleh karakteristik tanaman dan cendawan, tapi juga oleh kondisi tanah dimana percobaan dilakukan. Efektivitas mikoriza dipengaruhi oleh faktor lingkungan tanah yang meliputi faktor abiotik (konsentrasi hara, pH, kadar air, temperatur, pengolahan tanah dan penggunaan pupuk/pestisida) dan faktor biotik (interaksi mikrobial, spesies cendawan, tanaman inang, tipe perakaran tanaman inang, dan kompetisi antar cendawan mikoriza). Adanya kolonisasi mikoriza tapi respon tanaman yang rendah atau tidak ada sama sekali menunjukkan bahwa cendawan mikoriza lebih bersifat parasit (Solaiman dan Hirata, 1995).
Perbaikan Struktur Tanah. Cendawan mikoriza melalui jaringan hipa eksternal dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan lendir oleh jaringan hipa eksternal yang mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. "Organic binding agent" ini sangat penting artinya dalam stabilisasi agregat mikro. Kemudian agregat mikro melalui proses "mechanical binding action" oleh hipa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. Wright dan Uphadhyaya (1998) mengatakan bahwa cendawan VAM mengasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat. Konsentrasi glomalin lebih tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah dibandingkan dengan yang diolah. Glomalin dihasilkan dari sekresi hipa eksternal bersama enzim-enzim dan senyawa polisakarida lainnya. Pengolahan tanah menyebabkan rusaknya jaringan hipa sehingga sekresi yang dihasilkan sangat sedikit.
Peranan mikroza pada perbaikan lahan kritis, contohnya lahan alang-alang. Padang alang-alang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau besar lainnya. Lahan alang-alang pada umumnya adalah tanah mineral masam, miskin hara dan bahan organik, kejenuhan Al tinggi. Disamping itu padang alang-alang juga memiliki sifat fisik yang kurang baik sehingga kurang menguntungkan kalau diusahakan untuk lahan pertanian. Alang-alang dikenal sebagai tanaman yang sangat toleran terhadap kondisi yang sangat ekstrim. Diketahui bahwa alang-alang berasosiasi dengan berbagai cendawan mikoriza arbuscular seperti Glomus sp., Acaulospora dan Gigaspora (Widada dan Kabirun ,1997). Kemasaman dan Al-dd tinggi bukan merupakan faktor pembatas bagi cendawan mikoriza tersebut, tapi merupakan masalah besar bagi tanaman/tumbuhan. Dengan demikian cendawan mikoriza ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman pangan. Kabirun dan Widada (1994) menunjukkan bahwa inokulasi MVA mampu meningkatkan pertumbuhan, serapan hara dan hasil kedelai pada tanah Podsolik dan Latosol. Pada tanah Podsolik serapan hara meningkat dari 0,18 mgP/tan menjadi 2,15 mg P/tan., sedangkan hasil kedelai meningkat dari 0,02 g biji/tan. menjadi 5,13 g biji /tan. Pada tanah Latosol serapan hara meningkat dari 0,13 mg P/tan. menjadi 2,66 mg P/tan, dan hasil kedelai meningkat dari 2,84 g biji/tan menjadi 5,98 g biji/tan. Penelitian pemupukan tanaman padi menggunakan perunut 32P pada Ultisols menunjukkan bahwa serapan hara total maupun yang berasal dari pupuk meningkat nyata pada tanaman yang diinokulasikan dengan cendawan VAM (Ali et al, 1997).
Pada lahan alang-alang yang sistem hidrologinya telah rusak, persediaan air bawah tanah menjadi masalah utama karena tanahnya padat, infiltrasi air hujan rendah, sehingga walaupun curah hujan tinggi tapi cadangan air bawah permukaan tetap sangat terbatas. Pengalaman menunjukkan bahwa kondisi ini merupakan salah satu sebab kegagalan program transmigrasi lahan kering. Petani transmigran kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan tanaman (khususnya tanaman pangan) sering gagal panen karena stres air.
Tanaman yang bermikoriza terbukti mampu bertahan pada kondisi stres air yang hebat. Hal ini disebabkan karena jaringan hipa eksternal akan memperluas permukaan serapan air dan mampu menyusup ke pori kapiler sehingga serapan air untuk kebutuhan tanaman inang meningkat. Morte et al (2000) menunjukkan bahwa tanaman Helianthenum almeriens yang diinokulasi dengan Terfesia claveryi mampu berkembang menyamai tanaman pada kadar air normal yang ditandai berat kering tanaman, net fotosintesis, serta serapan hara NPK (Tabel 2). Penelitian lain menunjukkan bahwa tanaman narra (Pterocarpus indicus) (Castillo dan Cruz, 1996) dan pepaya (Cruz et al, 2000) bermikoriza memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap kekeringan dibandingkan tanaman tanpa mikoriza yang ditandai dengan kandungan air dalam jaringan dan transpirasi yang lebih besar, meningkatnya tekanan osmotik, terhidar dari plasmolisis, meningkatnya kandungan pati dan kandungan proline (total dan daun) yang lebih rendah selama stress air


BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1. Bahan dan Alat
3.1.1. Bahan
Bahan yang digunakan untuk praktikum adalah sebagai berikut :
Air, digunakan untuk membasahi tanah agar mudah mengetahui teksturnya
H2O2, digunakan untuk mengidentifikasi bahan organik dalam tanah
Lahan Tanah, digunakan untuk media praktikum

3.1.2. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum addalah sebagai berikut :
Meteran, digunakan untuk mengukur kedalaman horizon-horizon pada profil tanah
Pisau, digunakan untuk menggiris tanah pada penggambilan sampel dengan ring sample
Buku Munshell Soil Colour Chart, digunakan untuk mendiskripsikan warna tanah
Tabel diskripsi, digunakan untuk mencatat hasil praktikum
Kertas Koran, digunakan untuk alas tempat tanah pada pengambilan sampel melalui boring
Parang, digunakan untuk membersihkan permukaan profil tanah agar jelas pada pengamatan
Abney Level, digunakan untuk mengukur kelerengan suatu lahan
Ring sample, digunakan untuk menggambil sampel tanah di lahan secara tidak terusik
Bor, digunakan untuk mengambil sampel tanah dilahan secara terusik


3.2. Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilaksanakan pada hari minggu, 4 Juli 2010 pukul 08.00-selesai di Lahan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat.
3.3.   Metode Praktikum
            Praktikum terdiri dari 4 kegiatan, yaitu diskripsi morfologi tanah dilapangan, cara pengambilan sampel tanah dilapangan, identifikasi bahan organik dalam tanah, dan identifikasi kelerengan lahan. Metode praktikum adalah sebagai berikut :
3.3.1.      Diskripsi morfologi tanah dilapangan
Langakah pertama siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Bersihkan lahan yang digunakan untuk mendiskripsikan profil tahan dari rerumputan maupun lumut yang ada dipermukaan tiap-tiap horizon. Setelah selesai, bedakan tiap-tiap horizon dengan melihat perbedaannya melalui warna (horizon O, A, AB dan B) kemudian beri garis antara horizon. Ukur kedalaman tiap-tiap horizon menggunakan meteran dan catat dalam tabel diskripsi.
Langkah kedua tentukan warna tanah dengan mengambil sedikit tanah yang ada pada tiap-tiap horizon. Bandingkan dengan warna yang ada pada buku Munshell Soil Colour Chat untuk pengklasifikasian dengan spektrum warna yang dominan sesuai panjang gelombangnya dan keadaan gelap terangnya warna sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan, kenudian catat dalam tabel diskripsi.
Langkah ketiga tentukan tekstur tanah dengan mengambil lagi sedikit tanah pada tiap-tiap horizon agar lembab, kemudian pijat dengan ibu jaari dan telunjuk untuk menghancurkan bentuk sekunder, sehingga membentuk bola lembek sambil diperhatikan adanya rasa kasar atau licin antara jari tersebut. Setelah itudigulung-gulung sambil dilihat adanya daya tahan terhadap tekanan dan dilihat kelekatan massa tanah sewaktu ibu jari dan telunjuk ditolakkan. Dari rasa kasar atau licin, gejala piridan atau gulungan dan kekuatan dapat ditentukan kelas struktur tanah dlapangan. Kemudian catat dalam tabel diskripsi.
Langkah keempat tentukan struktur tanah dengan mengambil gumpalan tanah yang sudah dalam keadaan lembab sebesar ± 1 cm2, kemudian dipecah dengan cara menekan dengan ibu jari. Pecahan gumpalan tanah tersebut merupakan agregat atau gabungan agregat. Dan dari agregat itulah akan ditentukan bentuk, ukuran dan kemantapannya. Kemudian catat dalam tabel diskripsi.
Langkah kelima tentukan kadar air dengan cara melihat keadaan sekitar lahan dan memegang gumpalan tanahnya.
Langkah keenam tentukan konsentrasi tanah dengan meremas, memijit, atau memirid tanah dengan ibu jari dan telunjuk. Konsentrasi ditetap dilapangan pada tiga tarap kelembaban : basah, kering dan lembab. Kemudian catat dalam tabel diskripsi.
Langkah terakhir bersihkan alat dan bahan setelah digunakan.
3.3.2. Pengambilan sampel dilapangan
Pengambilan sampel di lapangan menggunakan 2 cara, yaitu menggunakan bor tanah untuk mengetahui penyebaran tanah ataupun pengambilan sampel kesuburan tanah secara terusik dan menggunakan ring sample untuk pengambilan sampel secara tidak terusik untuk kepentingan analisa dilaboratorium. Penggunaan bor tanah pada proses pemboran atau boring dilakukan  dengan cara menancapkan bor tanah kedalam tanah secara tegak lurus kemudian diputar kedalam tanah searah jarum jam. Jika mata bor sudah sampai pangkal, kemudian tarik keatas dengan cara diputar lagi searah jarum jam. Angkat bor yang mata bornya berisi tanah secara hati-hati kemudian letakkan diatas kertas Koran. Keluarkan tanah secara hati-hati agar profil horizonnya tidak rusak. Jika ingin mengamati horizon selanjutnya maka lakukan lagi pemboran dengan cara yang sama, tetapi kedalamannya ditambah agar horizon selanjutnya bias diamati. Pada saat penggambilan sampel menggunakan bor, lahan yang akan digunakan untuk pengamatan sebaiknya dibersihkan dulu.
Sedangkan penggunaan ring sample dengan diameter 5 cm2 dan tinggi 5 cm dilakukan dengan cara menancapkan ring ksecara tegak lurus kedalam tanah sampai terbenam dalam tanah. setelah itu iris tanah disekitar ring untuk memudahkan mengangkat ring dari dalam tanah. Permukaan atas dan bawah ring yang berisi tanah harus rapi, biasanya tanah dipermukaan bawah ring yang berlebihan diiris-iris menggunakan pisau agar horizon tetap terjaga dan tidak lepas dari ring. Pada saat penggambilan sampel menggunakan ring sample, lahan yang digunakan tidak perlu dibersihkan pada saat pengamatan.
3.3.3. Identifikasi bahan organik dalam tanah
Pengamatan Identifikasi bahan organik dalam tanah pada praktikum menggunakan H2O2 (Peroksida) dengan cara dituangkan ketanah sebanyak 10%. Jika tanah yang diberi H2O2 langsung menggeluarkan busa atau buih-buih maka pada tanah tersebut terdapat bahan organik. Buih-buih yang banyak maka menandakan banyaknya bahan organic yang ada dalam tanah, sebaliknya buih-buih yang sedikit menandakan sedikitnya bahan organik yang ada dalam tanah.
3.3.4. Identifikasi kelerengan lahan
Pengamatan identifikasi kelerengan lahan pada praktikum menggunakan alat Abney Level dengan cara alat diangkat dan dijepit menggunakan ibu jari kanan, kemudian amati kelerengan dengan cara mengukur lahan melalui lubang lensa sambil memutar jarak kemiringan yang ada disebelah kanan alat hingga gelombang air pada lensa naik tepat ditengah lensa. Ukuran jarak kemiringan itulah yang menandakan kelerengan suatu lahan.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
P :  ̶
K :  ̶
B :  ̶
Ordo : Ultisel
Lokasi Kecamatan : Banjarbaru Selatan
Jenis Tanah : Pod Solik Merah Kuning
Desa :
Macam Tanah : -
Tanggal : 4 Juli 2010
KEADAAN LINGKUNGAN
Vegetasi : Pohon, Rerumputan, dsb.
Bahan Induk : Batuan Liat
Fisiolografi : Datar
Air Tanah : -
Erosi : Sedang
Reaksi Tanah : -
Drainase : Baik
Lereng : 14 %
Varietas yang digunakan : -
Produktifitas : -
Keragaman Pertanian Unlam : -
DESKRIPSI LAPANGAN
No
Horizon
Kedalaman (cm)
Warna (Hue, Value/Chroma)
Tekstur
Struktur
Konsentrasi
Kadar Air
1
O
4 cm
7,5 YR 4/3
Pasir
Berbutir
Lembab Gembur
Lembab
2
A
4cm-13 cm
10 YR 3/3
Pasir
Berbutir
Lembab Gembur
Lembab
3
AB
13-29 cm
10 YR 4/4
Pasir
Berbutir
Lembab Gembur
Lembab
4
B
≥ 29 cm
10 YR 4/6
Pasir
Berbutir
Lembab Gembur
Lembab
Ph Tanah











4.2. Pembahasan
4.2.1. Penggambilan sampel
Dari hasil Penggambilan sampel menggunakan bor tanah maupun ring sample dapat diketahui bahwa teknik pengambilan sampel ini dapat dilanjutkan dengan kegiatan pembuatan profil tanah untuk mewakili ciri dan sifat fisik tanah yang sama pada areal pemboran dengan maksud untuk mendapatkan data-data yang lebih tepat dan kaurat.
4.2.2. Identifikasi profil dan morfologi tanah
Dari hasil tabel pengamatan dapat diketahui bahwa tanah memiliki uraian tubuh mengenai kenampakan, ciri-ciri atau sifat umum yang diperlihatkan suatu profil tanah, bebas dari pengaruh subyektif, lengkap dan jelas. Dilihat dari deskripsi lapangan, uraian tubuh tanah meliputi Horizon, Kedalaman, Warna, Tekstur, Struktur, Konsentrasi, dan Kadar Air.
a.       Horizon tanah adalah lapisan tanah yang hamper sejajar dengan permukaan tanah, terbentuk karena proses pembentukan tanah. Pada garis besarnya horizon dibedakan atas hrizon torganik (O) dan horizon mineral (A, B, C, dan R). symbol-simbol pada setiap horizon digunakan untuk horizon genetis utama.
b.       Kedalaman (cm) tanah adalah jarak antara permukaan atas tanah dan permukaan bawah tanah yang diamati.
c.       Warna tanah adalah gambaran yang dapat dilihat oleh mata pada sifat tanah. Warna tanah ditentukan dengan menggunakan buku munshell soil colour chat yang didalamnya telah disusun warna standart oleh 3 variabel, yaitu hue, value dan  chroma.
d.      Tekstur tanah adalah perbandingan praksi pasir, liat dan debu dalam massa tanah. Tekstur adalah sifat tanah yang permanen. Tidak dapat ditetapkan di lapangan maupun di laboratorium. Tekstur tanah biasanya ditetapkan dalam segitiga tekstur tanah.

Gambar 2. Segitiga Tekstur

e.       Struktur tanah adalah susunan butir tanah yang secara alami menjadi agregat kemudian menjadi bentuk tertentu dan dibatasi oleh bidang. struktur meliputi bentuk dan susunan agregat (tipe struktur), ukuran agregat (kelas struktur), dan kemantapan agregat (tahap perkembangan). Struktur tanah dari segi bentuk meliputi prisma, tiang, blok menyudut, block sub angular, granular dan remah. Sedangkan dari segi perkembangan meliputi tanpa struktur, massive no koheren, lepas / butir tunggal, lemah, sedang dan kuat.
f.       Konsentrasi tanah adalah derajat kohesi dan adhesi diantara partikel-partikel tanah dan ketahanan resestensi massa tanah terhadap perubahan bentuk oleh tekanan dan beberapa kekuatan yang terpengaruhi bentukan tanah. Konsentrasi tanah meliputi Basah, kelekatan, lembab, kering dan plasisitas.
g.      Kadar air adalah konsentrasi atau jumlah air yang terdapat di tanah.
            Dari hasil praktikum didapatkan 4 deskripsi lapangan, yaitu :
1.      Tanah Horizon O dengan kedalaman 4 cm di bawah permukaan tanah memiliki warna Brown (7,5 YR 4/3), bertekstur pasir dan berstruktur Granular dengan konsentrasi tanah Lembab gembur dan kadar airnya lembab
2.      Tanah Horizon A dengan kedalaman 4-13 cm di bawah permukaan tanah memiliki warna Dark brown (10 YR 3/3), bertekstur pasir dan berstruktur Granular dengan konsentrasi tanah Lembab gembur dan kadar airnya lembab
3.      Tanah Horizon AB dengan kedalaman 13-29 cm di bawah permukaan tanah memiliki warna Brown (10 YR 4/4), bertekstur pasir dan berstruktur Granular dengan konsentrasi tanah Lembab gembur dan kadar airnya lembab
4.      Tanah Horizon B dengan kedalaman ≥ 29 cm di bawah permukaan tanah memiliki warna Brown (10 YR 4/6), bertekstur pasir dan berstruktur Granular dengan konsentrasi tanah Lembab gembur dan kadar airnya lembab.


BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari hasil praktikum adalah sebagai berikut :
1. tanah adalah benda alam berbentuk 3 dimensi yang terdiri dari mineral, bahan organik, udara dan air.
2. morfologi tanah adalah suatu uraian tubuh tanah mengenai kenampakan, ciri-ciri atau sifat umum yang diperlihatkan suatu profil tanah.
3. teknik pengambilan sampel terdiri dari 2 cara, yaitu boring dan ring sample.
5.2. Saran
Saran yang diajukan dari hasil praktikum adalah sebagai berikut :
1. Praktikum sebaiknya dilakukan dimusim kering, sehingga lebih bisa menyesuaikan keadaan tanah yang aslinya.
2. penggunaan H2O2 sebaiknya langsung dipraktekkan dilahan untuk budidaya UNLAM, sehingga bisa mengetahui apakah lahan tersebut masih banyak mengandung bahan organik atau tidak. Selain itu agar dapat diketahui lahan tersebut masih layak untuk digunakan atau tidak.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Mineral tanah. http://www.acehblogger.org. Diakses pada hari Senin/5 Juli 2010
Anonim, 2010. Serba serbi tanah. http://www.kebonkembang.com.  Diakses pada hari Senin/5 Juli 2010
Devlin, R.M and K.H.Withan.1983.Plant Phisiology.Williard grant press:Boston.
Sam Arianto, 2008, Profil Tanah, http://sobatbaru.blogspot.com/, diakses pada hari Senin/5 Juli 2010
Solaita, R. K. M. ,1995, Manfaat Mikoriza , Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.


Leave a Reply

About me

Foto saya
Just a simple girl, tidak cukup beberapa huruf disini untuk menggambarkan siapa saya | anak bungsu dari Keluarga bugis yang tersesat di Kalimantan | ♥ Buku, Laut, Cg, Sheila On Seven, Hijau, Jalanjalan, dan Makan Enak | Urban Farming, and Go Green!
Diberdayakan oleh Blogger.