Kultur Jaringan


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman obat adalah tanaman yang memiliki khasiat obat dan digunakan sebagai obat dalam penyembuhan maupun pencegahan penyakit. Pengertian berkhasiat obat adalah mengandung zat aktif yang berfungsi mengobati penyakit tertentu atau jika tidak mengandung zat aktif tertentu tapi mengandung efek resultan / sinergi dari berbagai zat yang berfungsi mengobati.
Dalam penggunaan tanaman obat sebagai obat bisa dengan cara diminum, ditempel, untuk mencuci/mandi, dihirup sehingga penggunaannya dapat memenuhi konsep kerja reseptor sel dalam menerima senyawa kimia atau rangsangan. Tanaman Obat sebagai sebagai obat asli Indonesia, sudah ada sejak zaman nenek moyang kita (Nusantara) yaitu digunakan dalam upaya memelihara kesehatan dan mengobati penyakit, kemudian pengetahuan ini diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Pengetahuan tentang tanaman obat dari luar seperti india, China terdapat kemiripan dikarenakan letak geografis Nusantara di antara dua pusat kebudayan yaitu China dan India. Hubungan dagang dan penyebaran agama menjadi media penyaluran pengetahuan tentang tanaman obat. Sejak zaman kerajaan di Nusantara dari mulai Kutai Kartanegara, Sriwijaya, Majapahit sampai pada Kesultanan Mataram dan zaman VOC obat yang digunakan nenek moyang bangsa kita adalah tanaman obat.
Di Indonesia, pemanfaatan tanaman sebagai obat-obatan juga telah berlangsung ribuan tahun yang lalu. Pada pertengahan abad ke XVII seorang botanikus bernama Jacobus Rontius (1592 – 1631) mengumumkan khasiat tumbuh-tumbuhan dalam bukunya De Indiae Untriusquere Naturali et Medica. Meskipun hanya 60 jenis tumbuh-tumbuhan yang diteliti, tetapi buku ini merupakan dasar dari penelitian tumbuh-tumbuhan obat oleh N.A. van Rheede tot Draakestein (1637 – 1691) dalam bukunya Hortus Indicus Malabaricus. Pada tahun 1888 didirikan Chemis Pharmacologisch Laboratorium sebagai bagian dari Kebun Raya Bogor dengan tujuan menyelidiki bahan-bahan atau zat-zat yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan untuk obat-obatan. Selanjutnya penelitian dan publikasi mengenai khasiat tanaman obat-obatan semakin berkembang.
Pelajaran tentang obat modern di Indonesia berawal ketika didirikan Sekolah Dokter Djawa (STOVIA) tahun 1904 di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk memenuhi kebutuhan tenaga dokter dilingkungan mereka, pada zaman itu dimulai pelajaran tentang obat-obatan moderen dengan pendekatan kimiawi, sehingga pada saat itu pengobatan tradisionil mulai sedikit terlupakan.
Kecenderungan meningkatnya penggunaan obat tradisional didasari oleh beberapa faktor, yaitu :
1.      Pada umumnya, harga obat–obatan buatan pabrik yang sangat mahal, sehingga masyarakat mencari alternatif pengobatan yang lebih murah.
  1. Efek samping yang ditimbulkan oleh obat tradisional sangat kecil dibandingkan dengan obat buatan pabrik.
  2. Kandungan unsur kimia yang terkandung di dalam obat tradisional sebenarnya menjadi dasar pengobatan kedokteran modern. Artinya, pembuatan obat–obatan pabrik menggunakan rumus kimia yang telah disentetis dari kandungan bahan alami ramuan tradisional.
Salah satu contoh tanaman obat tradisional asli Indonesia adalah tanaman Sambung Nyawa. Batang tanaman Sambung nyawa sering digunakan untuk menurunkan demam. Sambung nyawa juga digunakan dalam upaya penyembuhan penyakit ginjal, disentri, infeksi kerongkongan, di samping itu digunakan pada upaya  menghentikan perdarahan, mengatasi tidak datang haid dan gigitan binatang berbisa. Sedangkan umbinya bisa digunakan untuk menghilangkan bekuan darah (haematom), pembengkakan, patah tulang, dan perdarahan setelah melahirkan.
Sambung nyawa (Gynura Procumbens Back) merupakan tanaman herba, berdaging. Batang memanjat, rebah, atau merayap, bersegi, gundul, berdaging, hijau keunguan, menahun. Daun berbentuk helaian daun, bentuk bulat telur, bulat telur memanjang, bulat memanjang, ukuran panjang 3,5 – 12,5 cm, lebar 1- 5,5 cm, ujung tumpul, runcing, meruncing pendek, pangkal membulat atau rompang. Tepi daun rata, bergelombang atau agak bergigi. Tangkai daun 0,5 cm sampai 1,5 cm. Permukaan daun kedua sisi gundul atau berambut halus. Perbungaan dengan susunan bunga majemuk cawan, 2- 7 cawan tersusun dalam susunan malai (panicula) sampai malai rata (corymb), setiap cawan mendukung 20-35 bunga, ukuran panjang 1,5- 2 cm, lebar 5-6 mm.
Tangkai karangan dan tangkai bunga gundul atau berambut pendek, tangkai karangan 0,5- 0,7 cm. Brachtea involucralis dalam berbentuk garis berujung runcing atau tumpul, panjang 0,3 – 1 cm. Lebar 0,6 – 1,7 cm, gundul, ujung berwama hijau atau coklat kemerahan. Mahkota merupakan tipe tabung, panjang 1 – 1,5 cm, jingga kuningan atau jingga. Benang sari berbentuk jarum, kuning, kepala sari berlekatan menjadi satu. Buah berbentuk garis, panjang 4 – 5 mm, coklat. Daun mempunyai susunan dan fragmen yang sesuai dengan sifat anatomi keluarga tumbuhan bunga matahari (Asteraccae = Compositae).
Waktu berbunga Januari – Desember. Di Jawa perbungaan jarang ditemukan. Tumbuhan ini banyak ditemukan di Jawa pada ketinggian 1 – 1200 m dpl, terutama tumbuh dengan baik pada ketinggian 500 m dpl. Banyak ditemukan tumbuh di selokan, semak belukar, hutan terang, dan padang rumput .
Daun tanaman Gynura procumbens mengandung senyawa flavonoid, sterol tak jenuh, triterpen, polifenol dan minyak atsiri (Pramono and Sudarto, 1985). Hasil penelitian lain melaporkan bahwa tumbuhan ini mengandung senyawa flavonoid, tanin, saponin, steroid, triterpenoid, asam klorogenat, asam kafeat, asam vanilat, asam para kumarat, asam p-hidroksi benzoat (Suganda et al., 1988), asparaginase (Mulyadi, 1989). Sedangkan hasil analisis kualitatif dengan metode kromatografi lapis tipis yang dilakukan Sudarsono et al. (2002) mendeteksi adanya sterol, triterpen, senyawa fenolik, polifenol, dan minyak atsiri. Sugiyanto et al. (2003) juga menyatakan berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa dalam fraksi polar etanol daun tanaman Gynura procumbens terdapat tiga flavonoid golongan flavon dan flavonol. Penelitian oleh Idrus (2003) menyebutkan bahwa Gynura procumbens mengandung sterols, glikosida sterol, quercetin, kaempferol-3-O-neohesperidosida, kaempferol-3-glukosida, quercetin-3-O-rhamnosyl(1-6)galaktosida, quercetin-3-O-rhamnosyl(1 -6)glukosida.
Daun sambung nyawa dalam praktikum kali ini digunakan sebagai organ bagian tanaman yang dijadikan eksplan. Daun sambung nyawa yang digunakan merupakan daun muda. Eksplan merupakan bagian tanaman (dapat berupa sel, jaringan atau organ) yang digunakan sebagai bahan inokulum awal yang ditanam dalam media kultur in vitro.
Bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan sebaiknya merupakan bagian yang mempunyai sel aktif membelah, berasal dari tanaman induk yang sehat dan berkualitas tinggi. Meskipun pada prinsipnya semua sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya eksplan dipilih dari bagian tanaman yang masih muda, yaitu daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji atau tunas. Eksplan daun mempunyai kemampuan tumbuhan lebih cepat dibandingkan eksplan batang utama, cabang batang, atau tangkai bunga.
Teori  Dasar
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril (Anonim, 2006).
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional (Anonim, 2010).
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui teknik-teknik dasar perbanyakan tanaman dengan cara menumbuhkan bagian tanaman (daun) Sambung Nyawa dalam keadaan steril (kultur jaringan).


BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :
1.      Stok unsur hara makro nutrien mikro (KNO3 38 gram, NH4NO3 33 gram, CaCl2.2H2O 8,8 gram, MgSO4.7H2O 7,4 gram, dan KH2PO4 3,4 gram). Digunakan sebagai komponen pembuatan media MS.
2.      Stok unsur hara. Digunakan sebagai komponen pembuatan media MS.
3.      Stok unsur besi. Digunakan sebagai komponen pembuatan media MS.
4.      Stok vitamin. Digunakan sebagai komponen pembuatan media MS.
5.      Stok mio inositol. Digunakan sebagai komponen pembuatan media MS.
6.      Stok zat pengatur tumbuh. Digunakan sebagai komponen pembuatan media MS.
7.      Sukrosa. Digunakan sebagai komponen pembuatan media MS.
8.      Aquades. Digunakan sebagai pencuci maupun sebagai pelarut.
9.      Agar-agar. Digunakan untuk media tumbuh.
10.  Senyawa KOH atau HCl. Digunakan untuk pengukuran pH.
11.  Aluminium foil. Digunakan untuk menutup botol-botol kultur.
12.  Karet gelang. Digunakan untuk menutup botol-botol kultur.
13.  Daun sambung nyawa. Digunakan sebagai eksplan.
14.  Ditergen. Digunakan sebagai pembersih permukaan eksplan.
15.  Larutan stok dithane 0,2 %. Digunakan sebagai sterilan.
16.  Larutan stok agript 0,2 %. Digunakan sebagai sterilan
17.  Alkohol 70 %. Digunakan sebagai sterilan.
18.  Bayclin. Digunakan sebagai sterilan
19.  Betadine. Digunakan sebagai sterilan.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :
1.      Gelas piala. Digunakan untuk menuangkan atau mempersiapkan bahan kimia dan air suling dalam pembuatan medium.
2.      Hot plate magnetic stirrer. Digunakan untuk mencampur larutan dengan pemanas.
3.      Mikro pipet. Digunakan untuk mengambil larutan dalam jumlah yang mikro.
4.      Botol-botol tempat media. Digunakan untuk menyimpan media.
5.      Lakmus universal. Digunakan untuk menghitung pH.
6.      Autoklaf. Digunakan untuk sterilisasi basah.
7.      Laminar Air Flow. Digunakan sebagai tempat penaburan
8.      Shaker (penggojok). Digunakan untuk mengojok larutan.
9.      Timbangan analitik. Digunakan untuk menimbang bahan-bahan kimia.
10.  Erlenmeyer. Digunakan untuk sarana menuangkan air suling maupun untuk tempat media dan penanaman eksplan.
11.  Gelas ukur. Digunakan untuk menakar air suling dan bahan kimia yang akan digunakan.
12.  Petridish. Digunakan untuk meletakkan media.
13.  Pinset. Digunakan untuk memegang atau mengambil irisan eksplan atau untuk menanam eksplan.
14.  Scalpel. Digunakan untuk memotong eksplan.
15.  Lampu spiritus. Digunakan untuk sterilisasi dissecting kit (skalpel dan pinset).
16.  Oven. Digunakan untuk sterilisasi kering.
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan setiap hari Selasa tanggal 28 Februari 2011 sampai dengan tanggal 17 Mei 2011 pada pukul 15.00-17.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat.
Prosedur Kerja
a.      Membuat Larutan Stok (20 kali dalam 1000 ml)
1.      Mempersiapkan alat dan bahan.
2.      Menimbang NH4NO3 sebanyak 33 gram, KNO3 sebanyak 38 gram, CaCl2.2H2O, sebanyak 8,8 gram, MgSO4.7H2O sebanyak 7,4 gram, dan KH2PO4 sebanyak 3,4 gram.
3.      Mencampurkan NH4NO3, KNO3, CaCl2.2H2O, MgSO4.7H2O, dan KH2PO4 di gelas piala yang diisi dengan aquades secukupnya.
4.      Menera larutan sampai 1000 ml.
5.      Menutup dengan aluminium foil.
6.      Membereskan alat dan bahan.
b.      Membuat Media MS (Murashige dan Skoog)
1.      Mempersiapkan alat dan bahan
2.      Mengisi 2 gelas piala dengan aquades secukupnya sebagai pelarut (volume akhir tidak melebihi volume yang dikehendaki).
3.      Memasukkan larutan makro ke dalam 2 gelas piala yang masing-masing berkadar 1 ppm dan 2 ppm dengan jumlah yang sama yaitu 50 ml/liter.
4.       Memasukkan masing-masing 10 ml/liter larutan mikro ke dalam  2 gelas piala dengan kadar ppm yang berbeda.
5.      Menambahkan masing-masing 10 ml/liter stok besi (Na2EDTA dan FeSO4 7H2O  ke dalam kedua gelas piala. 
6.      Menambahkan Inositol masing-masing 10 ml/liter.
7.      Menambahkan gula masing-masing gelas piala sejumlah 30 gram/liter.
8.      Menambahkan 1 ml 2,4 D sebagai ZPT pada gelas piala yang berkadar 1 ppm dan 2 ml 2,4 D pada gelas piala yang berkadar 2 ppm.
9.      Memasukkan 1 ml/liter vitamin ke dalam masing-masing gelas piala.
10.  Menambahkan tiamin sebanyak 0,1 ml/liter ke dalam masing-masing gelas piala.
11.  Menera larutan dengan aquades sampai volume 900 ml pada masing-masing gelas piala.
12.  Menggojok di stirrer.
13.  Mengatur pH 5,7-5,8, menambahkan KOH 1 N ketika pH kurang dan menambahkan HCl 1 N ketika pH lebih.
14.  Menera sampai 1000 ml.
15.  Memasukkan agar-agar 8 gram/liter.
16.  Memasak larutan dengan hotplate stirrer sampai mendidih.
17.  Memasukkan larutan ke dalam 2 botol kultur yang berbeda. 1 botol untuk yang berkadar 2,4 D 1 ppm dan 1 botol untuk yang berkadar 2,4 D 2 ppm.
18.  Menutup dengan kertas aluminium foil dan memberi karet gelang.
19.  Memasukkan media ke autoclave dengan suhu 121°C selama 30 menit.
20.  Menyimpan media pada tempat yang steril.
21.  Membereskan alat dan bahan.
c.       Membuat Sterilan
1.      Mempersiapkan alat dan bahan
2.      Menimbang Bayclin 7 % sebanyak 1 liter yang berarti 70 ml/liter.
3.      Menimbang Alkohol 70 % sebanyak 2 liter yang berarti 700 ml/liter.
4.      Menimbang Dithane 0,2 % sebanyak 2 liter yang berarti 0,2 gram/liter atau 2 gram/liter.
5.      Menimbang Agript 0,2 % sebanyak 2 liter yang berarti 2 gram/liter.
6.      Mencampurkan Bayclin 70 ml/liter dengan air aquades sebanyak 930 ml/liter.
7.      Mencampurkan alcohol 700 ml/liter dengan aquades sebanyak 300 ml/liter.
8.      Mencampurkan Dithane 2 gram/liter dengan air keran sebanyak 1 liter.
9.      Mencampurkan Agript 2 gram/liter dengan air keran sebanyak 1 liter.
10.  Memasukkan masing-masing sterilan ke dalam botol-botol yang telah diberi kertas label dan menutupnya dengan tutup botol.
11.  Menyimpan di ruang yang steril.
12.  Membereskan alat dan bahan.
d.      Penaburan
1.      Menyiapkan alat dan bahan.
2.      Mengambil daun muda yang ada pada tanaman sambung nyawa.
3.      Mencuci bersih di air mengalir.
4.      Mencuci dengan air ditergen selama 3 menit sambil mengelusnya.
5.      Mencuci kembali dengan air mengalir.
6.      Memasukkan ke dalam Dithane 0,2 % dan menggojlok selama 30 menit.
7.      Menggojlok kembali dengan Agript 0,2 % selama 30 menit.
8.      Membawa eksplan ke dalam ruang penaburan.
9.      Sebelum masuk Laminar Air Flow semua harus disterilkan dahulu.
10.  Membuang Agript dan menggantinya dengan air aquades serta menggojlok selama 3 menit.
11.  Membuang aquades dan menggantinya dengan alcohol 70 % dan menggojlok selama 3 menit.
12.   Membuang alcohol, kemudian memasukkan eksplan ke dalam bayclin dan menggojlok selama 7 menit.
13.  Mengganti bayclin dengan aquades steril selama 2 x 5 menit dan menetesi aquades 5 menit terakhir dengan Betadine 10 tetes.
14.  Mengambil eksplan dan memotongnya dalam petridish.
15.  Setelah memotong eksplan, memasukkannya ke dalam botol media.
16.  Mengamati hasil penaburan setelah seminggu proses penaburan.
17.  Membereskan alat dan bahan.


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
            Hasil yang diperoleh pada praktikum ini, yaitu :
Tabel 1. Hasil explan daun Sambung Nyawa pada minggu pertama
Nomor Explan
Respon Eksplan
1
Potongan daun sambung nyawa sebagai eksplan tidak terlihat adanya perubahan (stagnan/tetap). Warna daun tetap hijau seperti warna awal normal, tidak ada respon (berupa lengkungan), dan tidak terdapat adanya kontaminasi pada eksplan ataupun media.
2
Potongan daun sambung nyawa sebagai eksplan tidak terlihat adanya perubahan (stagnan/tetap). Warna daun tetap hijau seperti warna awal normal, mulai ada respon (berupa lengkungan) pada ¼ daun, dan tidak terdapat adanya kontaminasi pada eksplan ataupun media.
3
Potongan daun sambung nyawa sebagai eksplan tidak terlihat adanya perubahan (stagnan/tetap). Warna daun tetap hijau seperti warna awal normal, tidak ada respon (berupa lengkungan), dan tidak terdapat adanya kontaminasi pada eksplan ataupun media.
4
Potongan daun sambung nyawa sebagai eksplan tidak terlihat adanya perubahan (stagnan/tetap). Warna daun tetap hijau seperti warna awal normal, mulai ada respon (berupa lengkungan) pada ¼ daun, dan tidak terdapat adanya kontaminasi pada eksplan ataupun media.

Tabel 1. Hasil explan daun Sambung Nyawa pada minggu pertama
Nomor Explan
Keterangan
1
Potongan daun sambung nyawa sebagai eksplan terlihat adanya perubahan dari minggu pertama. Warna daun berubah agak kecoklatan, tidak ada respon (berupa lengkungan), dan terdapat adanya kontaminasi pada sekitar eksplan dan media.
2
Potongan daun sambung nyawa sebagai eksplan terlihat adanya perubahan dari minggu pertama. Warna daun tetap hijau seperti warna awal normal, mulai ada respon (berupa lengkungan) pada ¼ daun, dan terdapat adanya kontaminasi pada sekitar eksplan dan media.
3
Potongan daun sambung nyawa sebagai eksplan terlihat adanya perubahan dari minggu pertama. Warna daun tetap hijau seperti warna awal normal, ada respon (berupa lengkungan) pada ¼ daun, dan tidak terdapat adanya kontaminasi pada eksplan ataupun media.
4
Potongan daun sambung nyawa sebagai eksplan terlihat adanya perubahan dari minggu pertama. Warna daun berubah agak kecoklatan, mulai ada respon (berupa lengkungan) pada ¼ daun, dan tidak terdapat adanya kontaminasi pada eksplan ataupun media.

Pembahasan
            Dari hasil praktikum yang didapatkan hasil penaburan explan daun Sambung Nyawa adalah dalam keadaan 100 % terkontaminasi dan tidak ada pengulangan penaburan (praktikum ke-2). Meskipun pada masa awal sampai 1 minggu setelah penaburan tidak terjadi kontaminasi, tetapi 2-3 minggu berikutnya pertumbuhan bakteri pada sekitar eksplan dan media sudah terlihat, terutama pada eksplan  terlihat lendir berwarna kuning dan sebagian lagi melekat pada media  membentuk gumpalan yang putih basah. Bakteri menurut Setiyoko (1995), yang mungkin berasal dari laboratorium adalah bakteri gram positif.
            Pada botol 1, minggu pertama daun masih terlihat berwarna hijau segar, tidak ada respon pertumbuhan, dan belum ada kontaminasi. Hingga minggu kedua, daun berubah warna menjadi agak kecoklatan, tidak ada respon pertumbuhan, dan terkontaminasi oleh bakteri di sekitar eksplan dan media.
            Pada botol 2, minggu pertama daun masih terlihat berwarna hijau segar, mulai merespon adanya pertumbuhan dengan menggulung ¼ daun, dan belum ada kontaminasi. Hingga minggu kedua, daun masih berwarna hijau segar, tetap merespon adanya pertumbuhan dengan menggulung ¼ daun, dan sudah ada kontaminasi oleh bakteri di sekitar eksplan dan media.
            Pada botol 3, minggu pertama daun masih terlihat berwarna hijau segar, tidak ada respon pertumbuhan, dan belum ada kontaminasi. Hingga minggu kedua, daun masih berwarna hijau segar, mulai merespon adanya pertumbuhan dengan menggulung ¼ daun, dan belum ada kontaminasi. Namun memasuki minggu ketiga sudah terkontaminasi di sekitar eksplan dan media.
            Pada botol 4, daun masih terlihat berwarna hijau segar, mulai merespon adanya pertumbuhan dengan menggulung ¼ daun, dan belum ada kontaminasi. Hingga minggu kedua, daun berubah warna menjadi agak kecoklatan, masih merespon adanya pertumbuhan dengan menggulung ¼ daun, dan belum ada kontaminasi. Namun memasuki minggu ketiga sudah terkontaminasi di sekitar eksplan dan media.
            Kontaminasi pada tanaman eksplan tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain eksplan itu sendiri.  Eksplan  yang mengandung atau terinfeksi bakteri akan menyebabkan kontaminasi pada tahap pertumbuhan. Selain itu, medianya dan kondisi medianya.  Media bisa mendukung pada tanaman eksplan untuk melakukan pembelahan sel atau juga media dapat menghambat pada tanaman eksplan dan dapat menyebabkan kontaminasi pada tanaman pada eksplan dan kontaminasi tanaman bisa terjadi apabila pada saat penaburan praktikan kurang menjaga kebersihan alat dan bahan serta pakaian yang dipakai praktikan dan kurang teliti dalam pengerjaannya kemudian mikroba akan masuk ke dalam botol eksplan.
            Faktor sterilitas ruangan juga  sangat menentukan  terhadap kontaminasi.  Ruangan yang sudah steril dapat saja berubah menjadi tidak steril pada saat musim hujan, sehingga dapat membawa masuknya bakteri dari luar, serta dapat meningkatkan kelembaban yang akan mempercepat perkembangan mikroorganisme. Pengambilan tanaman sebagai eksplan harus dilakukan  dalam ruang steril (aseptik) agar tidak terkontaminasi.
            Kontaminasi pada bahan tanaman yang dikulturkan dapat terjadi karena adanya infeksi secara eksternal maupun internal.  Usaha pencegahan kontaminasi eksternal dilakukan dengan sterilisasi permukaan bahan tanaman.  Infeksi internal tidak dapat dihilangkan dengan sterilisasi permukaan.


PENUTUP
Kesimpulan
            Adapun kesimpulan dari praktikum ini, yaitu :
1.      Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif.
2.      Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Contoh tanaman yang diperbanyak secara kultur jaringan pada praktikum kali ini adalah tanaman sambung nyawa (Gynura Procumbens Back) yang merupakan tanaman herba.
3.      Tahapan-tahapan dalam kultur jaringan di antaranya adalah pembuatan larutan stokk dan pembuatan media MS.
4.      Hasil praktikum perbanyakan tanaman secara kultur jaringan pada daun tanaman Sambung Nyawa adalah 100% terkontaminasi dan tidak ada pengulangan penaburan (praktikum ke-2).
5.      Kontaminasi pada bahan tanaman yang dikulturkan dapat terjadi karena  adanya infeksi secara eksternal maupun internal.
Saran
Saran paraktikan dalam praktikum ini adalah sebaiknya lebih diperhatikan tahapan-tahapan kultur jaringan yang dilakukan meliputi, pembuatan media, pengambilan eksplan (inisiasi) sterilisasi eksplan, penanaman, sub kultur, hingga aklimitasi. Keberhasilan budidaya jaringan tanaman sangat dipengaruhi oleh media tanamnya yang sesuai bagi pertumbuhan eksplan.


Leave a Reply

About me

Foto saya
Just a simple girl, tidak cukup beberapa huruf disini untuk menggambarkan siapa saya | anak bungsu dari Keluarga bugis yang tersesat di Kalimantan | ♥ Buku, Laut, Cg, Sheila On Seven, Hijau, Jalanjalan, dan Makan Enak | Urban Farming, and Go Green!
Diberdayakan oleh Blogger.