Konservasi dan Reklamasi Lahan


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan populasi manusia dan peningkatan kebutuhan lahan untuk memenuhi berbagai aktivitas pembangunan telah dan akan banyak mengurangi luas hutan di masa yang akan datang. Pengurangan luas hutan sampai saat ini masih berarti sebagai suatu kerusakan hutan  akibat eksploitasi terhadap sumberdaya alam tersebut yang kurang memperhatikan azas kelestarian, disamping akibat kebakaran hutan dan juga sebab-sebab lain di dalam pengelolaan hutan. Hingga awal PELITA VI, luas lahan yang tidak produktif di Indonesia telah mencapai lebih kurang 33,9 juta ha, dan sebagian besar dapat dikategorikan sebagai lahan kritis. Kerusakan hutan akibat berbagai sebab seringkali menyisakan lahan-lahan yang tidak produktif seperti padang alang-alang, semak belukar dan lahan-lahan terbuka tanpa penutupan vegetasi. Lahan-lahan yang tidak produktif ini kemungkinan besar dapat berubah menjadi lahan kritis, yang terutama diakibatkan oleh kejadian erosi tanah (SUDARMADJI, 1995). Sebagai antisipasi meluasnya lahan kritis, maka perlu dilakukan upaya – upaya penanggulangan melalui upaya rehabilitasi lahan.
Salah satu pendekatan di dalam upaya rehabilitasi lahan adalah penerapan metoda vegetatif yang dapat dilaksanakan dengan penggunaan mulsa. Mulsa adalah sisa-sisa tanaman atau materi lainnya yang diperoleh dari alam atau buatan sebagai penutup tanah dengan tujuan tertentu. Penggunaan mulsa untuk rehabilitasi lahan sangat penting untuk diteliti (KARTASAPOETRA, 1987), mengingat ketersediaannya yang relatif melimpah, biaya yang tidak terlalu mahal serta teknologinya yang relatif sederhana; sehingga memberikan peluang besar keterlaksanaannya secara praktis di lapangan oleh siapapun yang berminat. Pertimbangan keuntungan yang akan diperoleh adalah disamping diharapkan dapat mengendalikan dan mencegah erosi sekaligus juga dapat memperbaiki lahan-lahan yang telah mengalami kerusakan.
Klasifikasi tanah memiliki berbagai versi. Terdapat kesulitan teknis dalam melakukan klasifikasi untuk tanah karena banyak hal yang memengaruhi pembentukan tanah. Selain itu, tanah adalah benda yang dinamis sehingga selalu mengalami proses perubahan. Tanah terbentuk dari batuan yang aus/lapuk akibat terpapar oleh dinamika di lapisan bawah atmosfer, seperti dinamika iklim, topografi/geografi, dan aktivitas organisme biologi. Intensitas dan selang waktu dari berbagai faktor ini juga berakibat pada variasi tampilan tanah.
Dalam melakukan klasifikasi tanah para ahli pertama kali melakukannya berdasarkan ciri fisika dan kimia, serta dengan melihat lapisan-lapisan yang membentuk profil tanah. Selanjutnya, setelah teknologi jauh berkembang para ahli juga melihat aspek batuan dasar yang membentuk tanah serta proses pelapukan batuan yang kemudian memberikan ciri-ciri khas tertentu pada tanah yang terbentuk.
Berdasarkan kriteria itu, ditemukan banyak sekali jenis tanah di dunia. Untuk memudahkannya, seringkali para ahli melakukan klasifikasi secara lokal. Untuk Indonesia misalnya dikenal sistem klasifikasi Soepraptohardjo (1957-1961) yang masih dirujuk hingga saat ini di Indonesia untuk kepentingan pertanian, khususnya dalam versi yang dimodifikasi oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimatologi(Puslittanak) pada tahun 1978 dan 1982.
Pada tahun 1975 dirilis sistem klasifikasi USDA (Departemen Pertanian AS). Sistem ini dibuat karena sistem-sistem klasifikasi lama saling tumpang tindih dalam penamaan akibat perbedaan kriteria. Dalam pemakaiannya, sistem USDA memberikan kriteria yang jelas dibandingkan sistem klasifikasi lain, sehingga sistem USDA ini biasa disertakan dalam pengklasifikasian tanah untuk mendampingi penamaan berdasarkan sistem FAO atau PPT (Pusat Penelitian Tanah). Kelemahan dari sistem ini, khususnya untuk negara berkembang, adalah kriterianya yang sangat mendasarkan pada analisis laboratorium yang rinci, sehingga para praktisi sulit untuk mendefinisikan langsung di lapangan. Walaupun demikian, sistem USDA sangat membantu karena memakai sistem penamaan yang konsisten.
Untuk komunikasi di antara para ahli tanah dunia, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) telah mengembangkan sistem klasifikasi tanah pula sejak 1974. Pada tahun 1998 kemudian disepakati dipakainya sistem klasifikasi WRB dari World Reference Base for Soil Resources, suatu proyek bentukan FAO, untuk menggantikan sistem ini. Versi terbaru dari sistem WRB dirilis pada tahun 2007.
Tujuan praktikum Konservasi dan Reklamasi Lahan ini adalah untuk mengetahui kalasifikasi tanah, sifat fisik dan jenis erosi yang terjadi di daerah kait-kait Pelaihari.



TINJAUAN PUSTAKA
Sifat fisik tanah adalah ciri dan karakteristik bagian dari tubuh tanah yang dapat dilihat oleh mata secara langsung dan dirasakan oleh indra peraba tanpa alat bantu penting.
Sifat fisik tersebut ditentukan dan dipengaruhi oleh berbagai faktor pembentuk tanah sebagai berikut.
·         Jenis bahan induk
·          Sifat dan jenis pelapukan yang membentuknya
·          Sifat dan jenis mineral penyusun tanah
·          Sifat dan aktivitas vegetasi dan organisme tanah yang tumbuh di atas tanah, atau yang berada di dalam tanah
·         Bentuk aktivitas manusia seperti pengolahan tanah, dll.
Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya.
Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman pertanian yang lebih lemah. Bagaimanapun, praktik tata guna lahan yang maju dapat membatasi erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building, praktik konservasi ladang dan penanaman pohon.
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.
Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak.
Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan ooleh manusia.
Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih terkena erosi. sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. porositas dan permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. SEdimen yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi daripada pasir atau silt. Dampak sodium dalam atmosfir terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya diperhatikan.
Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. pada hutan yang tak terjamah, minerla tanah dilindungi oleh lapisan humus dan lapisan organik. kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak tetesan hujan. lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang disertai angin ribut) saja yang akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah dalam hutan. bila Pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan, derajat peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah. kebakaran yang parah dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti denga hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi atau pembangunan jalan, ketika lapisan sampah / humus dihilangkan atau dipadatkan, derajad kerentanan tanah terhadap erosi meningkat tinggi. jalan, secara khusus memungkinkan terjadinya peningkatan derajat erosi, karena, selain menghilangkan tutupan lahan, jalan dapat secara signifikan mengubah pola drainase, apalagi jika sebuah embankment dibuat untuk menyokong jalan. Jalan yang memiliki banyak batuan dan hydrologically invisible ( dapat menangkap air secepat mungkin dari jalan, dengan meniru pola drainase alami) memiliki peluang besar untuk tidak menyebabkan pertambahan erosi.
Erosi ada beberapa macam menurut proses terjadinya yaitu:
1.        Erosi Akibat gaya Berat Batuan atau sedimen yang bergerak terhadap kemiringannya.
Proses erosi yang disebabkan oleh gaya berat massa. Ketika massa bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah maka terjadilah apa yang disebut dengan pembuangan massas.
Dalam proses terjadinya erosi, pembuangan massa memiliki peranan penting karena arus air dapat memindahkan material ke tempat-tempat yang jauh lebih rendah. Proses pembungan massa terjadi terus menerus baik secara perlahan maupun secara tiba-tiba sehingga dapat menimbulkan becana tanah longsor. Lereng pegunungan yang terjal dan mengandung tanah liat di sekitar daerah yang sudah retak-retak akan sangat rentan terhadap erosi akibat gaya berat. Erosi ini akan berlangsung sangat cepat sehingga dapat menimbulkan becana longsor.
2.        Erosi oleh Angin.
Hembusan angin kencang yang terus menerus di daerah yang tandus dapat memindahkan partikel-partikel halus batuan di daerah tersebut membentuk suatu formasi, misalnya bukit-bukit pasir di gurun atau pantai.
Efek lain dari angin merupakan jika partikel keras yang terbawa dan bertumbukan dengan benda padat lainnya sehingga menimbulkan erosi yang disebut dengan abrasi. Pada gambar 6 dapat dilihat contoh erosi oleh angin yang menyebabkan terjadinya bukit pasir di namibia, Afrika.
3.        Erosi oleh Air.
Jika tingkat curah hujan berlebihan sedemikian rupa sehingga tanah tidak dapat menyerap air hujan maka terjadilah genangan air yang mengalir kencang. Aliran air ini sering menyebabkan terjadinya erosi yang parah karena dapat mengikis lapisan permukaan tanah yang dilewatinya, terutama pada tanah yang gundul. Pada gambar 6 dapat dilihat bahwa akibat erosi air yang terjadi di El Paso County, Colorado, Amerika Serikat.
Pada dasarnya air merupakan faktor utama penyebab erosi seperti aliran sungai yang deras. Makin cepat air yang mengalir makin cepat benda yang dapat terkikis. Pasir halus dapat bergerak dengan kecepatan 13,5 km perjam yang merupakan kecepatan erosi yang kritis. Air sungai dapat mengikis tepi sungai dengan tiga cara: pertama gaya hidrolik yang dapat memindahkan lapisan sedimen, kedua air dapat mengikis sedimen dengan menghilangkan dan melarutkan ion dan yang ketiga pertikel dalam air membentur batuan dasar dan mengikisnya. Air juga dapat mengikis pada tiga tempat yaitu sisi sungai, dasar sungai dan lereng atas sungai.
Erosi juga dapat terjadi akibat air laut. Arus dan gelombang laut termasuk pasang surut laut merupakan faktor penyebab terjadinya erosi di pinggiran laut atau pantai. Karena tenaga arus dan gelombang merupakan kekuatan yang dapat memindahkan batuan atau sedimen pantai.
4.        Erosi oleh Es.
Erosi ini terjadi akibat perpindahan partikel-partikel batuan karena aliran es yang terjadi di pinggiran sungai. Sebenarnya es yang bergerak lebih besar tenaganya dibandingkan dengan air. Misalnya glacier yang terjadi di daerah dingin dimana air masuk ke pori-pori batuan dan kemudian air membeku menjadi es pada malam hari sehingga batuan menjadi retak dan pecah, karena sifat es yang mengembang dalam pori-pori.



BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum Konservasi Tanah dan Reklamasi Lahan ini adalah :
-          Tempat meletakkan sampel tanah (karung, plastik, kertas)
-          Sampel tanah di lapangan
Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum Konservasi Tanah dan Reklamasi Lahan ini adalah :
-          Abney level (alat untuk mengukur kelerengan)
-          Meteran (alat untuk mengukur panjang lereng)
-          Bor tanah (alat untuk mengambil sampel tanah)
-          Penggaris (untuk mengukur ketebalan topsoil)
-          Alat tulis
Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 22 Mei 2011 Pukul 09.00 WITA sampai dengan selesai. Bertempat di lahan perkebunan karet dan kelapa sawit Murtadah Baru Bati-Bati, Tanah laut KAL-SEL.
Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan oleh praktikan yaitu :
1.      Mendengarkan pengarahan dari dosen
2.      Mengamati keadaan lahan
3.      Mencatat hasil pengamatan.
Pengamatan
            Indikator pengamatan yang dilakukan oleh praktikan mencakup :
1.      Kelerengan
2.      Panjang lereng
3.      Bentuk permukaan lereng
4.      Tebal lapisan topsoil
5.      Struktur
6.      Tekstur
7.      Permeabilitas / drainase
8.      Bahan organik
9.      Kerikil permukaan
10.  Vegetasi
11.  Warna Tanah
12.  Bentuk erosi



HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Hasil pengamatan menurut Indikator semua kelompok.
No.
Pengamatan
Kelompok
1
2
3
4
5
6
1
Kelerengan
9% (5o)
-
5% (9o)
-
9%
-2% (1o)
2
Panjang Lereng
35 m
22,5 m
50 cm
-
50 cm
13 cm
3
Bentuk Permukaan Lereng
Ber-
gelombang
Datar Bergelombang
Ber-
gelombang
Datar
Cekung
Datar
4
Tebal Lapisan Top Soil
12 cm
16 cm
11 cm
19 cm
31 cm
14 cm
5
Strukur Tanah
Remah
Lempung Berdebu
Balok
Gumpal
Remah
Remah
6
Tekstur Tanah
Liat
Berdebu
Remah
Liat Berdebu
Liat
Liat Berdebu
Pasir Liat Berdebu
7
Permeabilitas/Drainase
Sedang
Baik (cepat)
Sedang
Cepat
Sedang
Cepat
8
Bahan Organik
2%
Kurang (5%)
1%
5%
2,5%
-
9
Kerikil Permukaan
0%
10%
0%
8%
0%
15%
10
Vegetasi
Pohon Karet
Pohon Akasia
Pohon Karet
Pohon Kelapa Sawit
Pohon Karet
Rumput dan Semak
11
Warna Tanah
-
Cokelat
Yellowish red
Merah Terang
7,5 yr 5/10 (strong brown)
Cokelat Kemerahan
12
Bentuk Erosi
Parit
Alur
Alur
-
Alur
Percik




Pembahasan
            Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapat beberapa hasil menurut pengamatan dari indikator yang telah ditentukan, yaitu :
No.
Pengamatan
Hasil
1
Kelerengan
-
2
Panjang Lereng
22,5 m
3
Bentuk Permukaan Lereng
Datar Bergelombang
4
Tebal Lapisan Top Soil
16 cm
5
Strukur Tanah
Lempung Berdebu
6
Tekstur Tanah
Remah
7
Permeabilitas/Drainase
Baik (cepat)
8
Bahan Organik
Kurang (5%)
9
Kerikil Permukaan
10%
10
Vegetasi
Pohon Akasia
11
Warna Tanah
Cokelat
12
Bentuk Erosi
Alur

   Pada praktikum ini, kelompok 2 mengamati indikator-indikator menurut vegetasi yang berikan, yaitu vegetasi Tanaman Karet. Pengamatan menunjukkan bahwa panjang lereng adalah 25,5 m, namun kelerengan tidak diamati (bukan indikator pengamatan kelompok 2) pada saat praktikum.
Dari hasil pengamatan menurut tebal lapisan top soil, tanah ini memiliki ketebalan sedalam 16 cm. Tanah top soil bisa juga disebut dengan tanah Horizon A, lapisan atas tanah dimana terdapat bahan organik, humus, dan mineral-mineral yang terurai. Lapisan top soil ini kaya akan nutrisi dan memiliki jumlah tertinggi mikroorganisme.
Tanaman biasanya berkonsentrasi nutrisi-extracting mereka akar di lapisan tanah atas dan mengambil sebagian dari mereka nutrisi dari mereka. Sebagian besar aktivitas tanah bumi terkonsentrasi dalam lapisan ini, dan mereka memberikan dukungan dan struktur tumbuh tumbuhan, nutrisi pasokan, memfasilitasi aliran air melalui tanah dan memungkinkan untuk secara efektif mencapai akar tanaman. Hal ini juga berfungsi sebagai penyangga terhadap erosi tanah dan menyediakan habitat optimal untuk mikroorganisme yang menguntungkan.
Dari pengamatan menurut struktur tanah, tanah ini memiliki struktur lempung berdebu. Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan ruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat dari hasil proses pedogenesis.
Struktur tanah berhubungan dengan cara di mana, partikel pasir, debu dan liat relatif disusun satu sama lain. Di dalam tanah dengan struktur yang baik, partikel pasir dan debu dipegang bersama pada agregat-agregat (gumpalan kecil) oleh liat humus dan kalsium. Ruang kosong yang besar antara agregat (makropori) membentuk sirkulasi air dan udara juga akar tanaman untuk tumbuh ke bawah pada tanah yang lebih dalam. Sedangkan ruangan kosong yang kecil (mikropori) memegang air untuk kebutuhan tanaman.
Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan permukaan (longsor). Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan sebagian besar menjadi aliran permukaan (longsor).
Dari pengamatan menurut tekstur tanah, tanah ini memiliki tekstur remah. Struktur tanah adalah bentuk bangunan tubuh tanah, yang tersusun atas butir-butir tunggal tanah (partikel) yang mem­bentuk agregat atau gumpalan tanah (ped). Susunan butir tunggal menjadi butir-butir majemuk membentuk agregat, disebut agregasi. Bentuk-bentuk utama (primer) struktur tanah, yakni butiran (granular), remah (crumb), lempeng (platy), gumpal (blocky), prisma (prismatic), dan tiang dan silinder (columnar).
Agregasi terjadi akibat perekatan partikel oleh koloid liat dan atau koloid organik yang bermuatan listrik. Hal itu, terjadi karena rantai molekul air polar yang orientasi antara partikel menjadi pendek sehingga menarik rapat partikel-partikel tanah tersebut, agar menjadi rekat membentuk agregat. Agregat hanya menjadi bentuk struktur yang mantap ka­rena terdapatnya zat-zat perekat tersebut. Pembentukan struktur tanah dipengaruhi oleh jenis mineral liat, bahan or­ganik, kation dalam siklus basah dan kering, pengolahan tanah, oksidasi besi, dan aluminium.
Pembentukan struktur akan mengubah pengaruh tekstur, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap berbagai sifat fisik tanah seperti aerasi, permeabilitas, kemampuan menyim­pan air, dan lain-lain.
Dari pengamatan menurut permeabilitas tanah, tanah ini memiliki permeabilitas baik (cepat). Permeabilitas tanah adalah kemampuan tubuh tanah un­tuk mengalirkan air ke semua arah, terutama secara vertikal dari atas ke bawah dalam cm/jam. Permeabilitas tanah secara langsung sangat dipengaruhi oleh tekstur dan porositas tanah. Sehingga, permebilitas tanah berbanding lurus terhadap teks­tur, struktur, dan porositas, terutama porositas aerasi. Semakin kasar tekstur tanah dan semakin gembur struktur tanah serta semakin besar jumlah pori-pori aerasi tanah maka semakin besar permeabilitas tanah tersebut dan semakin kecil kemam­puannya menahan air. Sehingga, dalam aplikasinya, perme­abilitas tanah sangat dipertimbangkan dalam budi daya pengolahan tanah. Seperti irigasi, pembajakan atau penggem­buran tanah, dan upaya-upaya konservasi tanah.
Tanah yang mempunyai permeabilitas cepat sangat mu­dah di drainage karena mudah kehilangan dan kekurangan air. Dan, sangat mudah mengalami dispersi agregat tanah oleh arus pergerakan air secara vertikal atau yang disebut dengan perkolasi dalam rongga tubuh tanah. Atau oleh merembesnya air dari permukaan ke dalam tubuh tanah atau yang disebut dengan infiltrasi. Sehingga agregat, tanah menjadi sangat mudah hancur atau terdispersi dan mudah tererosi.
Dari hasil pengamatan Bahan organik, tanah ini memiliki bahan organik sebanyak 5% (rendah). Bahan organik merupakan perekat butiran lepas dan sumber utama nitrogen, fosfor dan belerang. Bahan organik cenderung mampu meningkatkan jumlah air yang dapat ditahan di dalam tanah dan jumlah air yang tersedia pada tanaman. Akhirnya bahan organik merupakan sumber energi bagi jasad mikro. Tanpa bahan organik semua kegiatan biokimia akan terhenti.
Bahan organik tidak mutlak dibutuhkan di dalam nutrisi tanaman, tetapi untuk nutrisi tanaman yang efisien, peranannya tidak boleh ditawar lagi. Sumbangan bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman merupakan pengaruhnya terhadap sifat-sifat fisik, kimia dan biologis dari tanah. Mereka memiliki peranan kimia di dalam menyediakan N, P dan S untuk tanaman peranan biologis di dalam mempengaruhi aktifitas organisme mikroflora dan mikrofauna, serta peranan fisik di dalam memperbaiki struktur tanah dan lainnya.
Bahan organik memainkan beberapa peranan penting di tanah. Sebab bahan organik berasal dari tanaman yang tertinggal, berisi unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Bahan organik mempengaruhi struktur tanah dan cenderung untuk menjaga menaikkan kondisi fisik yang diinginkan. Hewan-hewan tanah tergantung pada bahan organik untuk makanan dan mendukung kondisi fisik yang diinginkan dengan mencampur tanah membentuk alur-alur. Sejak perang dunia ke dua, terdapat suatu peningkatan yang besar hasil tanaman pada beberapa negara. Hasil tanaman yang lebih besar terutama dimana hanya biji-bijian saja yang dipanen, sisa - sisa tanamna lebih banyak dikembalikan ke lahan dan disini lebih banyak penutupan oleh tanaman selama musim pertumbuhan.
Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologis, dan sifat kimia tanah. Bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Demikian pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori tanah (porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat.
Dari hasil pengamatan Warna tanah, tanah ini memiliki warna tanah cokelat. Warna tanah dipengaruhi kehadiran bahan organik, mine­ral-mineral, dan lengas air. Mineral-mineral memberi warna terang atau keabu-abuan. Bahan organik memberikan penam­pilan warna hitam atau gelap pada tanah. Tanah yang memiliki drainase tidak sempurna berwarna kekuningan atau kelabu kebiruan. Warna merah atau kekuningan, timbul akibat adanya oksida besi di dalam tanah. Sehingga, warna merupakan cer­minan kondisi kimiawi dan kelengasan tanah.
Warna tanah dapat dijadikan indikator kesuburan kimia­wi tanah, tingkat perkembangan tanah dan proses pedogene­sis yang dominan di dalam tubuh tanah. Warna gelap atau hitam, mengindikasikan bahwa tanah tersebut secara kimiawi banyak mengandung bahan organik dan atau unsur-unsur basa. Sedangkan, apabila warna antarhorizon dalam tubuh tanah mempunyai perbedaan atau kontras warna yang jelas meru­pakan indikasi bahwa tanah tersebut secara genesis telah ber­kembang. Sehingga, horizon utama tanah seperti     O-A-B-C dapat diidentifikasi dan dibedakan dengan mudah. Warna pucat atau kelabu dan merah yang terdapat di dalam suatu matrik tubuh tanah secara bersamaan, baik berupa bercak (mod*) atau flek, mengindikasikan di dalam tubuh tanah ter­sebut telah terjadi proses oksidasi dan reduksi secara bersa­maan atau bergantian dalam waktu yang relatif cukup lama. Hal itu merupakan akibat adanya periode kering dan basah di dalam tubuh tanah.
Demikian pula warna pucat pada horizon A, mengindi­kasikan proses eluviasi (pencucian) atau podsolisasi yang inten­sif. Dan, warna tua baik merah atau coklat pada horizon B, mengindikasikan proses (akumulasi) koloid hat yang banyak mengandung oksida besi atau alumunium dan atau koloid organik yang banyak mengandung unsur karbon.
Dari hasil pengamatan menurut bentuk erosi, tanah ini memiliki bentuk erosi alur. Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya.
Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia.






PENUTUP
Kesimpulan
            Adapun kesimpulan dari praktikum ini, yaitu :
1.      Tujuan praktikum Konservasi dan Reklamasi Lahan ini adalah untuk mengetahui kalasifikasi tanah dan jenis erosi yang terjadi di daerah kait-kait Pelaihari.
2.    Sifat fisik tanah adalah ciri dan karakteristik bagian dari tubuh tanah yang dapat dilihat oleh mata secara langsung dan dirasakan oleh indra peraba tanpa alat bantu penting.
3.      Sifat fisik tanah meliputi struktur tanag, tekstur tanah, permeabilitas, warna tanah, dsb.
4.      Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya.
5.      Dari pengamatan yang dilakukan oleh kelompok 2 menurut vegetasi tanaman Karet memiliki erosi, yaitu erosi alur.



DAFTAR PUSTAKA
Hudson, N.  1971.  Soil Conservavation.  B.T. Batsford Limited.  London.
Kartasapoetra. 1987. Penggunaan mulsa untuk rehabilitasi lahan. Penertib Pustamedia

Soepraptohardjo. 1957. Sifat-Sifat Tanah. Penerbit Universitas Indonesia.
Sudarmadji. 1995. Klasifikasi Tanah. Penerbit Kanisius
Zachar, D.  1982.  Soil Erosion.  Elsevier Sci.  Publishing Company.  Amsterdam

Leave a Reply

About me

Foto saya
Just a simple girl, tidak cukup beberapa huruf disini untuk menggambarkan siapa saya | anak bungsu dari Keluarga bugis yang tersesat di Kalimantan | ♥ Buku, Laut, Cg, Sheila On Seven, Hijau, Jalanjalan, dan Makan Enak | Urban Farming, and Go Green!
Diberdayakan oleh Blogger.